Penyakit Diare
a. Definisi Penyakit Diare
Diare
adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes
RI, 2000). Sedangkan, menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air
encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun
tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak)
peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik
balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian
yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
Diare
adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut WHO
(2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam
sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare
akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono,
2008).
b. Etiologi Penyakit Diare
Menurut
Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
1) Virus yaitu Rotavirus.
2)
Bakteri
yaitu Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.
3)
Parasit
yaitu Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.
4)
Makanan
(makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan
kurang matang).
5)
Malabsorpsi
yaitu karbohidrat, lemak, dan protein.
6)
Alergi
yaitu makanan, susu sapi.
7)
Imunodefisiensi.
Menurut Widjaja
(2002), diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1)
Faktor
infeksi.
Infeksi
pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis
infeksi yang umumnya menyerang antara lain infeksi oleh bakteri : Escherichia
coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan
bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas,
infeksi basil (disentri), infeksi virus rotavirus, infeksi parasit oleh cacing (Ascaris
lumbricoides), infeksi
jamur (Candida albicans), infeksi akibat organ lain, seperti radang
tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan, dan keracunan makanan.
2)
Faktor
malabsorpsi
Faktor
malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.
Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu
formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi
bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida,
dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap
diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare
dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3)
Faktor
makanan
Makanan
yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu
banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi
jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
4)
Faktor
psikologis
Rasa
takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar.
c. Klasifikasi diare
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi
menjadi empat yaitu:
1)
Diare
akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7
hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2)
Disentri,
yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada
mukosa.
3)
Diare
persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4)
Diare
dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan
gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi
menjadi dua yaitu
1)
Diare
akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.
2)
Diare
kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare
tersebut.
d. Gejala Penyakit Diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada
balita yaitu:
1)
Bayi
atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
2)
Tinja
bayi encer, berlendir, atau berdarah.
3)
Warna
tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
4)
Anusnya
lecet.
5)
Gangguan
gizi akibat asupan makanan yang kurang.
6)
Muntah
sebelum atau sesudah diare.
7)
Hipoglikemia
(penurunan kadar gula darah).
8)
Dehidrasi
Dehidarsi
dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan
dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%.
Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi
melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan
penderita sangat pucat.
e. Epidemiologi
Penyakit Diare
Menurut
Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
1)
Penyebaran
kuman yang menyebabkan diare
Kuman
penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara
penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2)
Faktor
pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor
pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun,
kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional
diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
3)
Faktor
lingkungan dan perilaku
Penyakit
diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan,
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
f. Komplikasi
Diare
Akibat
dari diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai komplikasi sebagai berikut (Ngastiyah, 2007) :
1)
Dehidrasi
(ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik)
Diare
menyebabkan kehilangan cairan dan tubuh dan elektrolit-elektrolit dan (natrium,
klorida, kalsium dan bikarbonat) diikuti oleh muntah dan demam dan memperberat
kehilangan cairan tersebut. Dehidrasi terjadi apabila cairan yang hilang tidak
terganti sesuai dengan jumlah yang hilang. Gejala dan tanda dehidrasi tidak
akan terlihat apabila cairan tercukupi kembali.
2)
Hipoglikemia
Pengganti
kalium yang tidak cukup selama diare yang berulang-ulang dapat menyebabkan
kelurangan kalium yang di tandai dengan hipotoni otot, ileus, gangguan pada
ginjal dan aritmia jantung dan perubahan pada pemeriksaan EKG.
3)
Hiperglikemia
Hiperglikemi
diakibatkan karena tidak cukupnya masukan makanan malabsorbsi jarang di temukan
bila pemberian makan cukup.
4)
Malnutrisi
Energi Protein
Anak
yang sering menderita diare akut atau kronis seperti malabsorbsi karbohidrat,
lemak dan protein, jika tidak segera di tangani akan mengakibatkan Malabsorbsi
Energi Protein (MEP).
5)
Syok
Diare
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan terjadinya
dehidrasi asidosis metabolik, gangguan sirkulasi darah dan jatuh dalam keadaan
renjatan (syok).
6)
Kematian
Anak
dalam keadaan renjatan apabila tidak segera di atasi akan menyebabkan
kekurangan oksigen ke otak dan akhirnya menyebabkan kematian.
g. Penanggulangan diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare
antara lain:
1)
Pengamatan
intensif dan pelaksanaan SKD
Pengamatan
yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan kematian
serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data
secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan
mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangakan pelaksanaan
SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) merupakan salah satu kegiatan dari surveilance
epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB
(Kejadian Luar Biasa) diare.
2)
Penemuan
kasus secara aktif. Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena
diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
3)
Pembentukan
pusat rehidrasi. Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan
dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas
atau rumah sakit.
4)
Penyediaan
logistik saat KLB. Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya
KLB diare.
5)
Penyelidikan
terjadinya KLB. Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan
pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
6)
Pemutusan
rantai penularan penyebab KLB. Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare
pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan
penyuluhan kesehatan.
h. Pencegahan diare
Menurut
Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara
lain:
1)
Meningkatkan
penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
2)
Memperbaiki
praktek pemberian makanan pendamping ASI.
3)
Penggunaan
air bersih yang cukup.
4)
Kebiasaan
cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
5)
Penggunaan
jamban yang benar.
6)
Pembuangan
kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.
7)
Memberikan
imunisasi campak.
Daftar Pustaka
Depkes RI. (2000). Buku Pedoman
Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
________. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan
Program P2 Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ngastiyah. (2007). Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC
Suraatmaja, S. (2007). Kapita Selekta
Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Widjaja M.,C. (2002). Mengatasi Diare dan
Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.
Widoyono. (2008). Penyakit Tropis
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya:
Erlangga.
Zubir. (2006). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA)
di Kabupaten Bantul. Sains
Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.