Ani Romaningsih: April 2018

Monday, April 2, 2018

Diare



Penyakit Diare

a.    Definisi Penyakit Diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan, menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (2 minggu) (Widoyono, 2008).

b.   Etiologi Penyakit Diare
Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
1)   Virus yaitu Rotavirus.
2)   Bakteri yaitu Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.
3)   Parasit yaitu Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.
4)   Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang).
5)   Malabsorpsi yaitu karbohidrat, lemak, dan protein.
6)   Alergi yaitu makanan, susu sapi.
7)   Imunodefisiensi.

Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1)   Faktor infeksi.
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus rotavirus, infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), infeksi jamur (Candida albicans), infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan, dan keracunan makanan.
2)   Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3)   Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
4)   Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

c.    Klasifikasi diare
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
1)   Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2)   Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
3)   Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4)   Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu
1)   Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
2)   Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.


d.   Gejala Penyakit Diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:
1)   Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
2)   Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
3)   Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
4)   Anusnya lecet.
5)   Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
6)   Muntah sebelum atau sesudah diare.
7)   Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
8)   Dehidrasi
Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.

e.    Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
1)   Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2)   Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
3)   Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

f.     Komplikasi Diare
Akibat dari diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut (Ngastiyah, 2007) :
1)   Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik)
Diare menyebabkan kehilangan cairan dan tubuh dan elektrolit-elektrolit dan (natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat) diikuti oleh muntah dan demam dan memperberat kehilangan cairan tersebut. Dehidrasi terjadi apabila cairan yang hilang tidak terganti sesuai dengan jumlah yang hilang. Gejala dan tanda dehidrasi tidak akan terlihat apabila cairan tercukupi kembali.
2)   Hipoglikemia
Pengganti kalium yang tidak cukup selama diare yang berulang-ulang dapat menyebabkan kelurangan kalium yang di tandai dengan hipotoni otot, ileus, gangguan pada ginjal dan aritmia jantung dan perubahan pada pemeriksaan EKG.
3)   Hiperglikemia
Hiperglikemi diakibatkan karena tidak cukupnya masukan makanan malabsorbsi jarang di temukan bila pemberian makan cukup.
4)   Malnutrisi Energi Protein
Anak yang sering menderita diare akut atau kronis seperti malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein, jika tidak segera di tangani akan mengakibatkan Malabsorbsi Energi Protein (MEP).
5)   Syok
Diare mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan terjadinya dehidrasi asidosis metabolik, gangguan sirkulasi darah dan jatuh dalam keadaan renjatan (syok).
6)   Kematian
Anak dalam keadaan renjatan apabila tidak segera di atasi akan menyebabkan kekurangan oksigen ke otak dan akhirnya menyebabkan kematian.

g.    Penanggulangan diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
1)   Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangakan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.
2)   Penemuan kasus secara aktif. Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
3)   Pembentukan pusat rehidrasi. Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.
4)   Penyediaan logistik saat KLB. Tersedianya segala sesuatu yang  dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya KLB diare.
5)   Penyelidikan terjadinya KLB. Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
6)   Pemutusan rantai penularan penyebab KLB. Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

h.   Pencegahan diare
Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:
1)   Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
2)   Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
3)   Penggunaan air bersih yang cukup.
4)   Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
5)   Penggunaan jamban yang benar.
6)   Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.
7)   Memberikan imunisasi campak.

Daftar Pustaka

Depkes RI. (2000). Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

________. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ngastiyah. (2007). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC


Suraatmaja, S. (2007). Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.


Widjaja M.,C. (2002). Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.


Zubir. (2006). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
 

 

 

speech delay

 hay guyys.... ini saya mau sedikit share tentang speech delay yang lagi marak terjadi pada anak sekarang ... sama seperti anak saya... spee...