TUGAS BAHASA INDONESIA
“Pengembangan Literasi”
DISUSUN OLEH :
NAMA : RAHMA FATMAWATI
KELAS : IX A
MTS NEGERI 1 MERANGIN
TAHUN AJARAN 2020 / 2021
Pengembangan Literasi
Laporan Membaca Buku
Buku fiksi : Novel
Catatan : a. Judul buku : Hanum
b. Nama penulis : Mustofa W Hasyim
c. Penerbit : Republika
d. Tahun terbit : 2009
e. Kota terbit : Jakarta (Jl. Pejaten Raya No.40 Padang)
Membaca : hari, tanggal, waktu
Sabtu, 16 Januari 2021{ 17:50 - 20:00 }
Selasa, 26 Januari 2021{ 19:45 - 22:00 }
Sabtu, 30 Januari 2021 { 14:00 - 17:00 }
Senin, 8 Februari 2021 { 13:30 - 16:30 }
Minggu, 14 Februari 2021 { 08:00 - 11:00 }
Senin, 22 Februari 2021{ 19:10 - 21:00 }
Laporan Membaca Buku Fiksi
Unsur-unsur buku fiksi
Unsur intrinsik
Tema
Seorang anak perempuan yang rela berkorban dan berusaha keras untuk menyelamatkan pasar tradisional kakek nya yang di caplok oleh pemerintah.
Alur
Alur Maju
Lebih gila lagi, empat puluh persen dari pompa bensin yang ada di negara-negara itu memiliki perusahaan asing, dan direncanakan pada sepuluh tahun mendatang mereka akan mengusir sembilan puluh Lima persen pompa bensin di seluruh negara berkembang itu. Tangan sukma sudah tidak kuat lagi menggerakkan kursor. ( Hal : 138 )
Alur Mundur
"Angka-angka yang ditemukan teman lain ini menunjukkan bahwa sepuluh tahun sebelum sebuah negara kuat di blok timur sudah ada rancangan untuk menyerbu negara itu dengan produk minuman mereka. Demikian juga, sepuluh tahun sebelum sebuah negarakuat blok timur dapat dirayu untuk mengadopsi sistem ekonomi kapitalis, sudah adapeta dinama titik koordinat gerai mereka akan dibuka, bahkan bertahun-tahun sebelum Afghanistan, irak, suriah, Iran dan negara lain diserbu dan digempur sudah ada peta pemasaran produk minuman global yang dibuat di bumi mereka," kata Thalib. ( Hal : 120 )
Alur campur
Lantas apa pantas dalam keadaan seperti ini aku tidur? Tanya Sukma pada dirinya sendiri. Sukma merasa tidak boleh tidur. Ia ingat, waktu kecil, ia selalu terbangun saat mendengar suara gaduh pasar yang menyatu dengan tempat tinggalnya. Sekarang pasar global terdengar lebih gaduh lagi. Jadi sungguh tidak ada waktu untuk tidur dan memejamkan mata. ( Hal : 141 )
Latar
Latar waktu
Tengah malam. “itu yang ditulis dalam buku harian sukma, tengah malam saat ia benar-benar merindukan hanum”. ( Hal : 2 )
Tiga hari. “baru mencoba tidak bertemu hanum tiga hari saja hatiterasa tidak karuan karuan”. ( Hal : 3 )
Dua hari. “dua hari tidak bertemu gadis itu Sukma juga tidak merasa apa apa”. ( Hal : 3 )
Malam. “ia butuh sekali kelembutan dan romantisme lagu yang ikut terbawa masuk ke kamar bersama angin malam”. ( Hal : 4 )
“ia mendengar suasana sepi dari dalam jiwa karena malam ini ia menunggu ke datangan nur yang ia tahu dengan pasti kalau gadis itu tidak mungkin datang malam ini”. ( Hal : 6 )
Malam menjelang pagi. “sukma memilih untuk tidak membanggakan siapa-siapa malam menjelang pagi ini”. (Hal : 6)
Siang malam. “menuju restoran masakan Padang yang buka siang malam”. ( Hal : 8 )
Musin kemarau. “di musim kemarau sumur ini amat berguna”. ( Hal : 13 )
Pagi hari. “pagi hari, riuh bunyi burung terotakan”. ( Hal : 15 )
Siang. “Suatu siang. “ketika Hanum sepulang sekolah main ke rumah kakek,ia heran”. ( Hal : 16 )
Empat hari. “empat hari siap”. ( Hal : 17 )
Hari pertama. "hari pertama buka, gratis!" ( Hal : 17 )
Dua bulan. “jalan desa yang dua bulan lalu di aspal oleh bupati baru makin ramai”. ( Hal : 18 )
Tiga bulan. “tidak sampai tiga bulan, ia memperluas warung itu”. ( Hal : 18 )
Hari pertama. “Hari pertama buka,juga gratis”. ( Hal : 18 )
Zaman dahulu. “Sebab adanya pohon waru mengingatkan pada pasar desa di zaman dahulu”. ( Hal : 21-22 )
Siang hari. “Siang hari, pada pembuatan penganan itu datang, menagih uang”. ( Hal : 23 )
Pagi. “Pagi, ia mengantarkan”. ( Hal : 23 )
Siang dan sore. “Kalau siang masih ada pedagang di kios masih buka sampai sore, ia menambah minuman jok namanya, harga lebih murah tetapi enaknya tetap sama”. ( Hal : 23-24 )
Siang. “Biasanya siang pasar sudah sepi”. ( Hal : 24 )
Kemarin. “Keramaian pasar berkurang menjelang pukul sembilan malam”. ( Hal : 24 )
Pagi. “Yang masih ramai sampai pagi, warung makan yang berada di kios yang menghadap ke jalan raya”. ( Hal : 24 )
Sekolah libur. “Kalau sekolah libur ia suka berjalan- jalan keliling pasar” ( Hal : 25 )
Jam kosong. “Kalau ada jam kosong ia mengajak temannya naik angkutan ke terminal, lalu naik bis jurusan kota, naik bis kota”. ( Hal : 27 )
Seminggu. “seminggu sekali diperiksa laporannya”. ( Hal : 37 )
Siang. "teryata sebuah kota, di siang hari adalah pasar”. ( Hal : 52)
Minggu depan. "Minggu depan," jawab Hanum," kak sukma?". ( Hal : 53 )
Tahun lalu. “Sukma, yang lebih duhulu kuliah, sebenarnya dapat menyelesaikan skripsi dua tahun yang lalu”. ( Hal : 54 )
Sore. “sore yang mempesona dan menggetarkan”. ( Hal : 57 )
Malam. “sebuah makan malam yang indah”. ( hal : 59 )
Sepuluh menit. "tak sampai sepuluh menit sudah sampai ke jantung kota ini". ( Hal : 62 )
Tiga hari berturut-turut. “ada tiga hari berturut-turut sukma datang ke pameran itu”. ( Hal : 63 )
Berbulan-bulam. “selama berbulan-bulan di tempat ini selalu ada pameran”. ( Hal : 64 )
Enam bulan. “setiap enam bulan atau kurang dari itu data kami perubarui". ( Hal : 65 )
Beberapa tahun lalu. “mereka mengaku menjadi pengunjung tetap mall sudah sejak beberapa tahun lalu”. ( Hal : 66 )
Sore. “suatu sore iapura-pura mengeluh soal keinginan mau beli baju bagus bermerek tapi dompet tipis”. ( Hal : 67 )
Libur. “saya tengah libur kuliah mbak”. ( Hal : 75 )
Dua bulan. “apalagi sudah dua bulan ini kiriman uang dari kampung belum dating”. ( Hal : 75 )
Jam sembilan kurang. “jam sembilan kurang kami sudah datang. Setengah sepuluh paling dagangan sudah tertata rapi”. ( Hal : 77 )
Besok pagi. “tapi ada baiknya besok pagi kau datang memastikan hal ini”. ( Hal : 77 )
Mulai malam ini. " kalau aku terus di goda ak mogok bercerita mulai malam ini."Ancam maya ( Hal : 83 )
Malam. “mereka menghabiskan makan malam di lesehan. ( Hal : 86 )
Zaman kerajaan sampai zaman kompeni. “bisa saja wong pemerintah itu sejak zaman kerajaan sampai zaman kompeni sudah ahli dalam memaksa orang. ( Hal : 87 )
Waktu libur. “mereka bertiga pernah menyusuri jalur pantai Utara. Waktu libur”. ( Hal : 95 )
Sepuluh menit. “sepuluh menit kemudian ia muncul bersama dua gadis berseragam”. ( Hal : 101 )
Siang. “siang itu pas saat makan siang”. ( Hal : 102 )
Waktu istirahat. “mereka ngobrol beberapa menit lagi sampai waktu istirahat bagi ester dan yanti Habis”. ( Hal : 104 )
Berpuluh-puluh tahun. “Sangat nyenyak, seolah-olah berpuluh-puluh tahun ia tidak pernah tidur sama sekali”. ( Hal : 107 )
Siang. “mimpi yang sempurna datang di siang yang sempurna sepinya”. ( Hal : 107 )
Sore. “sore. Sukma mandi. Rizal juga mandi”. ( Hal : 107 )
Siang. “mencocokkan keterangan teman sarah tadi siang”. ( Hal : 108 )
Seminggu yang lalu. "betul, saya seminggu yang lalu sampai kaget ketika dia mengetahui penyamaran saya dikaki lima”. ( Hal : 113)
Bertahun-tahun. “bertahun-tahun anak itu mencoba menebak dan menyingkap misteri di balik angka-angka itu”. ( Hal : 118 )
Seminggu. "seminggu lagi?" ( Hal : 123 )
Tiga hari. “tiga hari lagi”. ( Hal : 126 )
Tiga jam. “tiga jam yang lalu”. ( Hal : 126 )
Malam. “masuk ke pelosok malam yang sudah mendekati pagi”. ( Hal : 127 )
Pagi. “itulah yang berputar-putar dalam kepala sukma dan Thalib sampai pagi, ketikan mereka pamit kembali menuju kota”. ( Hal : 129 )
Malam. “malam terasa lain”. ( Hal : 133 )
Besok pagi. "kalau begitu bagaimana kalau kita besok pagi kesana usul." Maya”. ( Hal : 135 )
Malam. “pertemuan malam ini kita sudah sampai disini”. ( Hal : 155 )
Hari ini. “yang dapat kita lakukan adalah hari ini mengunjungi Hanum untuk menyelamatkan dia dari tindakan yang konyol dan kurang perhitungan”. ( Hal : 140 )
Semalam. “menyedu segelas kopi, ia campur dengan sisa wedang jahe semalam”. ( Hal : 142 )
Malam. "ada apa ini ? Kalian muncul dengan penampilan berbeda dengan tadi malam." Komentar Sukma. ( Hal : 142 )
Pagi. “saya sejak Pagi menguping pembicaraan antar petugas keamanan ini”. ( Hal : 148 )
Malam. “apalagi sekarang bis kota tidak mau beroperasi sampai malam”. ( Hal : 149 )
Sore. “sore sudah banyak bis masuk kandang”. ( Hal : 149 )
Lima belas menit. “lima belas menit lagi ticket datang dan kita dapat langsung ke bendara”. ( Hal : 158 )
Satu jam. “keberangkatan pesawat di tunda satu jam lagi dari jadwal yang ditentukan”. ( Hal : 161 )
Malam. “malamnya muncul berita Hanum ditangkap bersama beberapa orang yang dianggap menghasut massa”. ( Hal : 180 )
Hari-hari. “hari-hari berikutnya berita tentang kerusuhan itu sudah mulai menghilang dari televisi dan Koran”. ( Hal : 181 )
Siang hari dan malam hari. “menjadi pasar di siang hari dan pasar di malam hari”. ( Hal : 184 )
Siang. “makan siang jelas berupa masakan minang”. ( Hal : 185 )
Sore. “seisi rumah berkumpul sore ini”. ( Hal : 185 )
Malam. “malam, bibi kembali ketokoh,anak paman ada yang bertugas di hospital”. ( Hal : 185 )
Siang. "nanti siang kita bertemu". ( Hal : 186 )
Malam. “ia tahu di waktu seperti ini pasti ada salah satu temannya yang terbangun, shalat malam, kemudian mencuci”. ( Hal : 187 )
Pagi dan siang. “petugas di luar pun kecele karena menganggur sejak pagi sampai siang”. ( Hal : 196 )
Besok. “oleh karena itu,demi keselamatan ibu-ibu semua tolong pada saat sidang terakhir besok tidak usah hadir”. ( Hal : 197 )
Sore. “mereka ngobrol terus sampai sore”. ( Hal : 201 )
Malam. “menjelang malam Thalib pamit lalu mengemasi peralatan elektronik, memasukkannya ke dalam mobil”. ( Hal : 201 )
Masa depan. “ia merasa bahagimana arus Waktu mengalir deras begitu cepat menuju masa depan”. ( Hal : 201 )
Berbulan-bulan. “khasus hanum meledak menjadi berita hangat berbulan-bulan”. ( Hal : 201 )
Malam. “malamnya di rumah hanum diadakan pengajian syukuran”. ( Hal : 203 )
Tiga bulam. “tiga bulan kemudian pasar ini ditinjau oleh yuri dan peneliti dari yayasan itu”. ( Hal : 205 )
Malam. “ia membayangkan rambut yang indah, yang sekarang tertutup kerudung itu pada suatu malam nanti akan tergerai, terlepas dan ia dapat mencium wanginya dan merasakan malam-malam pengantin sebelumnya”. ( Hal : 207 )
Latar tempat
Luar kota. “apalagi rindu kepada gadis menawan seperti hanum,yang kini jauh dimata karena berada di luar kota”. ( Hal : 4 )
Daerah asalnya. “ia ingat, di daerah asalnya ada dendang saluang yang juga dikenal sebagai musik malam”. ( Hal : 5 )
Warung. “pembeli di warung Duduk diam-diam menikmati makanan dan minuman”. ( Hal : 8 )
Pasar induk dan tengah kota. “ia lihat para penjual sayur yang baru pulang dari pasar induk sudah mulai masuk ke tengah kota untuk menyerbu pasar kota”. ( Hal : 9 )
Kamar. “masuk kamar, Ganti pakaian”. ( Hal : 10 )
Masjid. “Dari pengeras suara di masjid terdengar adzan awal”. ( Hal : 11 )
Asrama. “sekarang ia keluar dari asrama”. ( Hal : 8 )
Kamar. “Lalu ia buka komputer di kamar,ia buka koleksi foto digital bersama Hanum saat rekreasi di sebuah kota sejuk di jawa timur beberapa waktu lalu”. ( Hal : 4 )
Asrama. “berbahaya bagi dirinya, bagi Ashley sendiri, bagi hanum dan bagi hubungan Sukma bersama Rizal, sahabat dekat seasrama”. ( Hal : 6 )
Kota. “ia dapat menjelajahi sudut-sudut kota hanya dari suara para penelpon”. ( Hal : 7 )
Rumah kakek. “Hanum, gadis kecil dengan rambut dikepang dua, suka sekali berkunjung kerumah kakek”. ( Hal : 13 )
Halaman rumah kakek. ”halaman rumah kakek Hanum dipagari Dengan pohon melandingan yang ditanam berjajar,agak renggang di selingi dengan pohon jarak,turi,pohon kelor, pohon randu, ketela karet, dan jarak kepyar”. ( Hal : 14 )
Sekolah. “setiap pulang sekolah, setelah melempar tas, ganti pakaian, mengganti sepatu dengan sandal ia langsung berlari ke sana”. ( Hal : 15 )
Rumah. “kadang ia masih sempat makan di rumah”. ( Hal : 15 )
Warung. "tapi hanya boleh di makan di warung". ( Hal : 17 )
Warung soto. “Niat karso membuka warung soto sungguh tepat”. ( Hal : 18 )
Warung soto dan warung es. “membantu di warung soto dan warung es”. ( Hal : 18 )
Halaman rumah. " nyewa tanah di halaman rumah Mbah mantri". ( Hal : 19 )
Terminal. “apalagi bu,kan sebentar lagi terminal baru sudah akan di bangun di dekat simpang empat walaupun sana”. ( Hal : 19 )
Koprasi. “mendatangi koprasi simpan pinjam”. ( Hal : 19 )
Kios bensin. “berdiri kios bensin”. ( Hal : 20 )
Simpang empat. “letaknya disimpang empat, dipandang pemerintah mengganggu lalu lintas”. ( Hal : 20 )
Halaman rumah. “sisa halaman rumah mbah mantri di sebelah Utara yang di batasi jalan masuk ke dalam desa dijadikan tempat parker”. ( Hal : 23 )
Warung. “yang masih ramai sampai pagi, warung makan yang berada di kos yang menghadap ke jalan raya”. ( Hal : 24 )
Arab. “ia pernah jadi sopir di tanah Arab,bosan bekerja di sana, pulang”. ( Hal : 25 )
Pantai selatan. “ia pernah diajak ke persawahan dekat pantai selatan”. ( Hal : 26 )
Didepan pasar. “ia naik angkutan desa dari depan pasar setiap hari”. ( Hal : 27 )
Terminal. “kalau ada jam kosong ia mengajak temannya naik angkutan ke terminal, Lalu naik bis jurusan kota, naik bis kota”. ( Hal : 27 )
Kota. "kalau lulus SMA nanti saya mau kuliah di kota". ( Hal : 27 )
Toko. “toko makin maju”. ( Hal : 33 )
Kota Padang. “Ia melanjutkan sekolah SMA di kota Padang”. ( Hal : 35 )
Kost. “Adik yang rajin membawa kebiasaan di rumah ke tempat kost di kota propinsi ini”. ( Hal : 36 )
Kampus. “kampus Sukma kuliah termasuk kampus tua, negeri dan megah”. ( Hal : 37 )
Mall. “hujan diskon diberikan saat peresmian mall”. ( Hal : 48 )
Kota. "ternyata sebuah kota di siang hari adalah pasar". ( Hal : 52 )
Warung sate Padang. “di warung sate Padang mereka dapat berpesta dan berlomba mengalahkan rasa pedas”. ( Hal : 53 )
Restoran. "ada restoran khusus menyediakan menu makan malam". ( Hal : 59 )
Pinggir kota. “Pengembangan kedua menawarkan Kawasan hunian di pinggir kota”. ( Hal : 62 )
Jakarta. "Minta bantuan babe di Jakarta dong". ( Hal : 63 )
Kamar. “Linda masuk ke kamar pas saat giliran dia tiba”. ( Hal : 69 )
Di depan tokoh. “Sampai di depan daerah tokohmereka berhenti”. ( Hal : 75 )
Pasar. “Pasar kedua setelah pasar resmi dan tempat penjualan resmi seperti toko, swalayan, supermarket, mall”. ( Hal : 81 )
Kantor forum. "Ketika saya disuruh membayar iuran di kantor forum saya sempat ketemu ketua forum”. ( Hal : 82-83 )
Asrama. “Pulang ke asrama masing-masing”. ( Hal : 86 )
Jalur selatan dan jalur pantai Utara. “apa yang akan terjadi di jalur setelah dapat kita lihat pada apa yang kini telah terjadi di jalur pantai Utara”.
Sumatra dan jawa. “Mereka membayangkan raksasa itu mirip gergasi dalam dongeng anak-anak di Sumatra dan mirip dengan buto dalam perwayangan dan dogeng anak-anak jawa”. ( Hal : 99 )
Kaki lima. “Betul, saya seminggu yang lalu sampai kaget ketika dia mengetahui penyamaran saya di kaki lima”. ( Hal : 113 )
Kamar. “Ia ingat ingin kamarnya sepi”. ( Hal : 125 )
Kaki lima. “Saat ketemu maya di kaki lima, saya langsung tertarik”. ( Hal : 158 )
Bendahara. “Mengantar ke bendahara”. ( Hal : 161 )
Kamar hotel. “Dari kamar sebuah hotel di sebuah kota di pulau Bali hari itu sukma,maya dan Thalib dapat dengan mudah malengamati dan mempelajari apa yang terjadi”. ( Hal : 177 )
Pasar Kliwon. "Ya, tadi di pasar kliwon".( Hal : 183 )
Pantai. “Jalur pantai untuk tempat yang ramai”. ( Hal : 183 )
Kerumah. “Langsung saja kerumah”. ( Hal : 185 )
Restoran. “di restoran yang terkenal dengan satenya”. ( Hal : 186 )
Kampong. “Saya pulang kampung mendadak”. ( Hal : 187 )
Rumah. “Bibik dan paman pasti menitipkan oleh-oleh untuk keluarga di rumah”. ( Hal : 188 )
Penjara. “tapi bagi hanum,ia tetep berada di dalam penjara sambil menunggu hasil naik banding”. ( Hal : 193 )
Mahkamah agung. “hanum mengajukan banding ketingkat kasasi ke mahkamah agung”. ( Hal : 201 )
Di tengah pasar. “ upacara pernikahan berlangsung sederhana,di hadiri orang tua, masih-masing dan teman dekat, tetapi resepsinya yang meriah, sebab dilangsungkan di tengah pasar”. ( Hal : 206 )
Suasana
Dingin. “Udara amat dingin membuatnya menggigil”. ( Hal : 2 )
Romantic. “Musik yang lembut mendayu-dayu membawa membawa pendengarannya terlontar ke sebuah suasana yang amat romantis mengharuka”. ( Hal : 5 )
Sepi. “ia mendengar suara sepi dari dalam jiwa karena malam ini menunggu kedatangan nur yang ia tau dgn pasti kalau gadis itu tidak mungkin datang malam ini”. ( Hal : 6 )
Dingin. “Hawa pagi yang dingin menyergap jalanan”. ( Hal : 10 )
Senang. “Ia senang menghirup hawa pagi”. ( Hal : 21 )
Senang. “Pemilik rumah yang ditumpangi hidup senang karena seperti mendapat anak baru yang mudah disuruh-suruh”. ( hal : 37 )
Heroic. “Begitu suasana heroik sebelum demokrasi dimulai”. ( Hal : 56 )
Indah. "Sebuah makan malam yang indah." ( Hal : 59 )
Panas. Matahari mulai terasa panasnya. ( Hal : 75 )
Senang. Jelas senang. ( Hal : 80 )
Sedih. “Ia sedih”. ( Hal : 135 )
Sepi dan Dingin. “Memang di tempat sepi dan dingin membuat hanum mudah menangis”. ( Hal : 169 )
Tokoh dan Penokohan
Tokoh yaitu hanum, sukma, thalib, nur (ibu hanum), asti, rizal, ashley, mbah mantra, nenek, karso, wakidi, trimo, pak hamid, maya (adik sukma), mas badawi, linda, pakde naryo, sarah, ayah hanum dan yanti
Penokohan
Hanum
Sangat kuat, tangkas dan berbahaya. ( Hal : 142 )
Gara-gara kakek dan neneknya terbunuh gadis yang semula lembutdan santun kini sanggup meminmpin demokrasi. ( Hal : 148 )
Yang dapat kita lakukan hari ini mengunjungi hanum untuk menyelamatkan dia dari tindakan yang konyol dan kurang perhitungan. ( Hal : 40 )
Hanum perempuan yang cerdas dan intuisinya yang kuat. ( Hal : 152 )
Sukma
Jantungnya digerakkan deyut demi denyut. Ia gemetar dan terus gemetar kumudian berhenti sendiri.ia bernafas lega. ( Hal : 4 )
Dia tidak malas.tetapi justru rajin mengamati apa saja yang terjadi di pasar. ( Hal : 33 )
Hanya ia agak kecewa, mahasiswa perempuan disini seperti kelelawar serius kuliah,kurang suka berdandan. ( Hal : 37 )
Ini yang menyebabkan ia tidak cerewet lagi dengan soal kiriman uang yang terlambat. ( Hal : 56 )
Sukma suka tidur lama-lama dikamar. ( Hal : 31 )
Sukma sering mengintip kesibukan pasarlewat sela-sela jendela. ( Hal : 31-32 )
Ia hafal betul bunyi gaduh,riuh,dan suara kendaraan datang pergi. ( Hal : 32 )
Maya (adik sukma)
Lebih gesit dan rajin membantu. ( hal : 33 )
Hanya adiknya yang suka cerewet,dan kadang menggoda dia dengan mengedor pintu. ( Hal : 34 )
Adik perempuannya seperti punya sayap bergerak,dan terbang melayang kesana kemari dengan sayap. ( hal : 36 )
Mbah mantri
Saya akan mengulur-ngulur waktu agar proses pencaplokan itu tidak serta merta terjadi. ( Hal : 91 )
Linda
Linda yang tegar dan polos. ( Hal : 70 )
Sarah
Sukma tau kalau sarah sedikit berbohong untuk menambah seru cerita. ( Hal : 69 )
Thalib
Berlayar di internet dan suka menjelajah kemajuan teknik informatika. ( Hal : 118 )
Memandang masalah yang sederhana menjadi begitu sulit dan rumit. ( Hal : 208 )
Mas badawi
Ia anak muda cerdas, meskipun tidak begitu tampan tapi semangatnya luar biasa. ( Hal : 83 )
Sudut Pandang
Sudat Pandang Orang Pertama
Hamum dapat bebas berkeliaran di pasar,dan ikut naik kendaraan keluar masuk pasar karena ia anak tunggal. Ayah dan ibunya tidak tega melarang dia. Sebab mereka lihat, hanum menemukan kegembiraan disitu. Setiap pulang selalu membawa cerita baru hasil pertulangannya memutari pasar atau ketika pergi jauh ke pelosok pelosok. ( Hal : 26 )
Thalib lebih suru lagi.kumia dan cabang bersih. Rambut dipotong pendek merata. Tersisa rambut satu sentimeter. Ia mengenakan kaos, tertutup jaket rompi warna krem.celana jeans.tampak lebih muda dan lebih kaya dibandingkan penampilan sebelumnya. ( Hal : 147 )
Sudut pandang orang kedua
Sukma dan hanummengangguk. Membayangkan bagaimana bterlukanya hati warga kampung kalau mereka terus dihimpit oleh nasibnya dari banyak sisi. Dihimpit oleh kerasnya hidup akibat pasar bebas yang memihak pedagang besar dan peraturan kota yang membatasi ruang gerak mereka. ( Hal : 85 )
Mereka sebenarnya heran sendiri.kenapa harus pontang-panting sampai ke kota ini, padahal berdasarkan laporan teman-teman, mereka tidak dalam keadaan dicari atau dicurigai.tidak ada petugas yang mendatangi asrama, kecualiasrama hanum. Juga tidak ada isyarat yang dapat ditafsirkan membahayakan nasib mereka. ( Hal : 188-189 )
Sudat Pandang Orang Ketiga
Hamum cepat menghubungi maya dan sukma. Dua kakak beradik itu kaget mendengar cerita hanum. Mereka tidak pernah membayangkan di negeri ini terjadi kasus seperti itu. Mereka memang pernah mendengar bagaimana pemerintah mengklaim pasar yang tumbuh di masyarakat sebagai pasar pemerintah. Tetapi biasanya yang menyediakan fasilitas jual beli adalah pemerintah setempat. Pasar yang semula tumbuh di persimpangan jalan, berada di bawah pohon besar itu kemudian dibagun. Jadi bukannya mencaplok pasar milik masyarakat yang sudah jadi seperti yang menimpa pasar di dekat rumah kakek hanum. ( Hal : 91-92 )
Mereka bertiga merasa tidak sebagai siapa-siapa. Tidak sebagai aji saka, tidak sebagai Hanoman atau anak kecil yang cerdik dan lucu itu mereka merasa sekedar menjadi orang yang sadar situasi dan keadaan, kemudian diliputi kebingungan. ( Hal : 100 )
Amanat
Pemerintah dan petugas negara tidak boleh seenaknya dengan kekuasaan mereka.pemerintah dan petugas negara juga tidak boleh seenaknya menutup pasar tradisional yang sudah di buat oleh para pedagang.karena mereka telah bersusah payah membuat pasar tradisional tersebut.
Unsur Ekstrinsik
Latar Belakang Pengarang
Waktu masih sekolah di SD dan sekolah menengah di Kota Gede, penulis sempat membaca buku berjudul Uncle's Tom Cabin Karta MB Stowie dan Max Havelaar karya Multatuli. Juga Nole Me Tangere karya Jose Rizal dan hampir semua karya Pramoedia Ananta Teor, karya-karya sebelum karya pasca pulau buru. Di tambah bertumpuk-tumpuk buku silat cina karya Kho Ping Hoo dan sejawatnya. Serial karya Karl May baik serial balkal, timur tengah, Amerika Utara dan Amerika Selatan hampir semua telah penulis baca.
Pasca sekolah, saat belajar menjadi wartawan dan penyuntingan buku, penulis mulai mengenal karya Franz Fanon dan Ali Syariati. Juga kisah yang dahsyat dari kehidupan Abu Dzarr Al Ghifari. Karya Maxim Gorky berjudul ibunda dan Seabreg karya penulis Rusia Semisal Leo Tolstoi, Boris Pasternak, Nikoloi Gogol, Alexander Solzeinetsin, karya pengarang lain semisal Andere Gide melengkapi berbagai-bagai bacaan yang menjadi adonan informasi yang menjadi fondasi dari pengetahuan Kritis penulis. Belum lagi puisi-puisi rendra, Taufiq Ismail emhaAinun Nadjib dan antologi puisi pejuangan yang berjudul bunga para syuhada ikut memperkaya mesiu semangat dalam jiwa.
Ditambah dengan tontonan film semisal gandhi yang monumental dan menggugah, pada jam lima sore yang mengisahkan episode akhir kehidupan Federico Garcia Lorca, dan film-film India yang sering mewartakan adanya perlawanan struktural di sana, plus film-film tentang perang Vietnam versi Olivier Stone yang mengkritisi perang itu.dan sebagai wartawan di 'koran perjuangan' dan di 'majalah perjuangan' penulis cukup punya kesempatan untuk mewawancarai banyak pihak, orang-orang kecil dari berbagai pelosok daerah di Indonesia.
Demikian juga setelah sekitar dua puluh tahunan terakhir penulis dengan beberapa teman mencoba mencoba mengkaji surat-surat makiyah dan menemukan bagaimana energi makna surat al ma'un yang legendaris di kalangan Muhammadiyah, yang dalam memahami zaman terkini perlu ditemani dengan energi makna surat-surat yang lain.
Dengan bekal seabreg pengamalan membaca buku di atas, penulis mendapat kesempatan, kemudian, untuk membaca masyarakat secara ' baru' masyarakat Kotagede yang adem ayem kemudian terbaca dan tersedia sebagai masyarakat yang banyak menyimpan persoalan besar, persoalan penindasan atas kemanusiaan. Apalagi di kota ini penulis pernah merasakan betapa pahit hidup dalam keluarga buruh kecil.demikian juga ketika membaca kota Yogyakarta, dimana selama lima tahun tinggal di tepi sungai code.
Dengan cara membaca yang baru tampak kota Yogyakarta kerta, bahkan pulau Jawa dan Indonesia tampak sebagai sesuatu yang baru dimana banyak sekali persoalan struktural yang rumit tak terpecahkan. penindasan struktural, sistematis, dan layak disebut penindasan “konstitusional” terjadi di mana-mana. Ini yang menyebabkan sebuah UUD diamandemen.
Di tengah kegalauan melihat semuy itu, penulis kemudian ingin bereksperimen untuk membuat karya sastra yang bersifat perlawanan. Dalam hal ini penulis awalnya melihat bahwa pada hakekatnya semua karya sastra merupakan karya perlawanan, paling tidak perlawanan terhadap waktu, ruang dan ingatan kolektif atas peristiwa dan kenyataan yang membanjir dalam kehidupan. Sastra melakukan perlawanan dengan cara memberinya pemaknaan-pemakaan baru. Meski kemudian pemaknaan-pemakaan itu sering terbatas pada pemaknaan estetik dan linguistik belaka, atau menjelajah pada pemaknaan tematik yang unik.
Ada juga karya sastra yang bergerak melakukan pemaknaan moral atas berbagai peristiwa dan kejadian yang muncul dalam kehidupan ini. semua itu kemudian terasa belum mencukupi. Masih diperlukan langkah maju. Maka sastra perlawanan sepertinya harus bergerak melawan berbagai-bagai penindasan dan penjajahan. Penindasan atas kemanusiaan dan penjajahan oleh rezim lupa dan renzim global yang terlihat jelas sedang menghisap sumber daya, sumberdana, dan sumber-sumber kemanusiaan bangsa dan masyarakat kita.
Tanpa ada kesadaran akan perlunya perlawanan maka karya sastra sering amat bagus dan mempesona tetapi hanya berhasil menyentuh dan menghasilkan semacam ' kesalehan individual ' belaka. Belum mampu menyentuh dan menghasilkan semacam “kesalehan sosial ' di mana yang dimaksud dengan amal Soleh adalah kerja-kerja perlawanan. Perlawanan melawan kemungkaran sistem global, nasional, lokal yang tengah menghisap dan melucuti aneka sumberdaya, simber dana, sumber kemanusiaan dan hak manusia dan masyarakat untuk memilih alternatif agenda kehidupan, memilih rute kehidupan dan memilih menjadi diri sendiri. Pada zaman ini, menjadi diri nya sendiri saja sering dibicarakan dan diberi stigma sebagai hal yang buruk ketinggalan zaman dan dianggap melawan perubahan global. Masalahnya, apa artinya menjadi manusia dan masyarakat tanpa adanya hak dan kebolehan untuk menjadi dirinya sendiri?
Novel yang penulis buat ini juga berbicara tentang perjuangan anak-anak muda dan masyarakat pinggir yang ingin menjadi dirinya sendiri, ingin mandiri secara ekonomi tetapi secara sistem nasional dan sistem global justru di salahkan dan dianggap musuh. Oleh karena itu anak-anak muda ini bersama masyarakat kemudian melakukan perlawanan.
Nafas sebuah karya sastra perlawanan antara lain terletak pada tema perlawanan semacam ini. Ditambah dengan pengembangan imajinatif tentang alternatif perlawanan itu sendiri. Perlawanan lewat kata, lewat ide, lewat teks, lewat kecerdikan akal yang senantiasa menyiksakan peluang. Dan peluang untuk melakukan perlawanan itu masih ada kalau kita berfikir dan menyadari nya ada. Anak-anak muda dan masyarakat dalam novel ini sungguh menyai kalau peluang itu. Dan kesadaran tentang masih adanya peluang itulah yang coba penulis tularkan kepada pembaca lewat novel ini, yang semoga saja dapat berhasil dengan baik. Itu saja, terima kasih.
MUSTOFA W HASYIM
Latar Belakang Masyarakat
-
Membuat Ringkasan Buku Fiksi Berbentuk Skema
Orientasi
Mbah mantri murung. Hanum heran.
" Ada apa mbah?"
Lelaki tua itu menunjuk ke arah pasar.
"Ada apa dengan pasar kita ini mbah ?"
Lelaki tua itu menggeleng.
" Kenapa mbah ?".
" Mau diminta pemerintah."
Kenapa bisa mbah?"
"Bisa saja wong pemerintah itu sejak zaman kerajaan sampai zaman kompeni sudah ahli dalam memaksa orang. Ahli dalam hal meminta-minta."
" Bukankah pasar ini milik masyarakat? Di Bagun setapak demi setapak oleh masyarakat sendiri. Dimulai dengan hadirnya warung soto, warung es, kios bensin, toko kelontong. Ketika pasar wonomakmur ditutup pemerintahan, para pedagang. Mereka atas inisiatif dan keinginan sendiri menyewa tanah mbah untuk mendirikan pasar ini. Para pedagang patungan membangun pasar ini. Pasar berdenyut, hidup dan makmur. Mampu memakmurkan warga desa ini dan warga desa sekitar. Sekarang maju dan berkembang. Masyarakat senang karena bisa hidup mandiri dan tidak pernah merepotkan negara.
Masyarakat dan pedagang disini tidak pernah merugikan pemerintah serupiahpun. Mereka mencari uang sendiri, mereka saling memakmurkan. Ini artinya para pedagang dan masyarakat disini sudah dapat mengurangi beban pemerintah sudah menolong pemerintah agar tidak susah-susah mengurusi warga desa-desa sekitar sini.
Rangkaian Peristiwa
Mbah mantri murung. Hanum heran.
" Ada apa mbah?"
Lelaki tua itu menunjuk ke arah pasar.
"Ada apa dengan pasar kita ini mbah ?"
Lelaki tua itu menggeleng.
" Kenapa mbah ?".
" Mau diminta pemerintah."
Kenapa bisa mbah?"
" Bisa saja wong pemerintah itu sejak zaman kerajaan sampai zaman kompeni sudah ahli dalam memaksa orang. Ahli dalam hal meminta-minta."
" Bukankah pasar ini milik masyarakat? Di Bagun setapak demi setapak oleh masyarakat sendiri. Dimulai dengan hadirnya warung soto, warung es, kios bensin, toko kelontong. Ketika pasar wonomakmur ditutup pemerintahan, para pedagang. Mereka atas inisiatif dan keinginan sendiri menyewa tanah mbah untuk mendirikan pasar ini. Para pedagang patungan membangun pasar ini. Pasar berdenyut, hidup dan makmur. Mampu memakmurkan warga desa ini dan warga desa sekitar. Sekarang maju dan berkembang. Masyarakat senang karena bisa hidup mandiri dan tidak pernah merepotkan negara.
Masyarakat dan pedagang disini tidak pernah merugikan pemerintah serupiahpun. Mereka mencari uang sendiri, mereka saling memakmurkan. Ini artinya para pedagang dan masyarakat disini sudah dapat mengurangi beban pemerintah sudah menolong pemerintah agar tidak susah-susah mengurusi warga desa-desa sekitar sini.
Seharusnya pemerintah berterima kasih kepada warga desa dan para pedagang yang mampu menggerakkan roda ekonomi di desa dan kecamatan ini, bukannya malah mau mencaplok pasar yang dengan susah payah dirintis dan pembangunannya dibiayai sendiri oleh masyarakat ini."
Hanum berbicara panjang lebar. suaranya membanjiri tidak dapat di bandung lagi. Kakeknya hanya diam mendengarkan dan menyimak kata sang lucu yang meledak ledak itu.
" utusan pemerintah bilang kepada saya kalau pasar ini mau diterbitkan. pemerintah menganggap ini pasar liar."
Hanum tambah heran.
" Pasar liar? Apanya yang liar mbah? Pasar ini sudah tertib sejak awal berdiri karena diatur oleh kesepakatan para pedagang sendiri, bukan diatur oleh peraturan dari luar yang biasanya dipaksakan berlakunya. Coba mbah rasakan, apa selama ini ada masalah di antara pedagang, atau ada masalah antar pasar ini dengan masyarakat? Atau ada masalah serius selama pasar ini ada.?"
Ketua tua itu menggeleng.
" kalau begitu, kenapa harus ditertibkan?"
" Utusan pemerintah bilang, pungutan karcis atau uang sapon itu liar, demikian juga uang parkir yang dipungut oleh para pemuda. utusan itu bilang, yang berhak mengeluarkan keras karcis untuk pedagang dan karcis parkir itu hanya pemerintah, bukan masyarakat.begitu katanya."
Hanum makin tidak mengerti.
"Lantas uangnya mengalir ke mana ?"
" Ke pemerintah, kata utusan itu."
" Lantas untuk membianyai tenaga kebersihan di ambil dari mana?"
" Pemerintah katanya akan memberi upah, atau gaji kepada tenaga kebersihan itu."
" Katanya begitu. Bahkan, katanya pemerintah mau menugaskan seorang lurah pasar untuk mengendalikan pasar ini."
" Lho, kan sudah ada pakde naryo yang selama ini bertugas mengatur pasar ini. Selama ini tidak ada keluhan para pedagang atas apa yang pakde naryo kerjakan."
"Naryo dikatakan sebagai pejabat liar oleh pemerintah. Sebab yang mengangkat dia bukan pemerintah. Maka pemerintah bermaksud mengirim lurah pasar yang resmi, yang bertindak atas nama negara untuk mengatur pasar ini."
" Waduh, gimana sih cara berpikir pemerintah atau negara itu mbah."
" Pemerintah dan negara itu tidak bisa berpikir. Pemerintah itu bisanya bertindak, memerintah. sedang negara itu hanya bisa berkuasa.tidak lebih dari itu."
" Kalau sudah begitu memang repot mbah.apa pemerintah atau negara itu tidak melihat bagaimana dulu para pedagang yang bingung karena pasar wonomakmur ditutup kemudian bersatu mendirikan koperasi pedagang.
Koperasi pedagang itulah yang membiayai pembangunan pasar ini, kemudian koperasi pula yang mengangkat pakde naryo sebagai kepala pasar ini.selama ini, para pedagang yang sekaligus anggota koperasi merasa yang memiliki pasar ini, dan Secara nyata pasar ini memang milik pedagang,milik koperasi,milik masyarakat. Bukan milik pemerintah atau negara. Pemerintah tidak berhak memungut karcis, tidak berhak memungut uang parkir, tidak berhak mengirim dan menempatkan lurah pasar sebagai petugas negara atau pejabat pemerintah di pasar ini.apa pemerintah tidak melihat kenyataan bahwa masyarakat kita ternyata kalau di biarkan Tumbuh sesungguhnya mampu membangun pasar sendiri dan sanggup mengatur diri mereka dan sanggup mengatur diri mereka sendiri?"
" Pemerintah dan negara sepertinya memang tidak bisa melihat. Sebab tugas mereka memang hukum untuk melihat lihat dan mengakui kenyataan ini. Seperti saya kata tadi, tugas pemerintah itu ya memerintah, memerintah siapa saja, dan tugas negara adalah berkuasa untuk menguasai apa saja. Jangan harap pemerintah dan negara untuk berfikir dan memikirkan soal kemandirian masyarakat yang dalam bahasa kerjaan dulu disebut wilayah perdikan, sekarang tidak ada lagi wilayah perdikan semacam itu, yang ada semua hanya wilayah penguasaan pemerintah dan negara. Maka menurut utusan pemerintah itu, logis dan masuk akal bahkan sudah seharusnya pasar inu di caplok oleh pemerintah."
Hanum tertawa.
" Simbah ini bisa melucu juga."
" Saya hanya menirukan apa kata utusan itu waktu kemarin kesini."
" Kalau begitu, utusan itu memang lucu."
" Tetapi saya tidak berani tertawa, waktu itu. "
" Betul mbah, kalau mbah tertawa bisa dihukum."
Keduanya tertawa. Ada rasa getir menguasa udara.
" Apakah tidak ada jalan lain mbah selain menyerangkan pasar milik masyarakat ini kepada pemerintah?" Tanya hanum kemudian.
" Seperti nya tidak ada jalan lain. Aku tidak mau Dikatakan melawan pemerintah, atau dihukum karena melawan negara, mendirikan pasar swasta, melanggar undang undang."
" Pemerintah sepertinya ingin sekali menguasai pasar ini."
" Jelas,ya."
" Lantas bagaimana dengan tanahnya? Inikah tanah milik mbah?"
" Pemerintah mau membeli dan akan menjadikan tanah ini tanah negara."
" Mbah belum memberikan persetujuan kan?"
" Belum. Yang saya katakan pada utusan itu adalah saya baru tahap mendengarkan apa kemauan pemerintah dan saya bilang mau berembung dengan para pedagang dulu."
Hanum berfikir keras. Mencari celah untuk melakukan perlawanan. entah perlawanan seperti apa, ia tidak tahu.
" Bagus mbah. Tolong mbah mengulur-ngulur waktu sementara saya menyelidiki kasus ini. Kalau ada pihak yang mendesakkan kemauannya seperti itu pasti ada sebabnya. Saya akan menyelidiki apa yang menjadi latar belakang kenapa ada utusan pemerintah datang ketempat ini dan ingin cepat cepat mencaplok pasar ini."
" Baik. Saya akan mengulur ulur waktu agar proses pencaplokan itu tidak serta terjadi. Kalau perlu, kita gagalkan. Sebab kalau masih ada waktu, berati masih ada harapan."
" Betul mbah."
Komplikasi
Seharusnya pemerintah berterima kasih kepada warga desa dan para pedagang yang mampu menggerakkan roda ekonomi didesa dan kecamatan ini, bukannya malah mau mencaplok pasar yang dengan susah payah dirintis dan pembangunannya dibiayai sendiri oleh masyarakat ini."
Hanum berbicara panjang lebar. Suaranya membanjiri tidak dapat di bandung lagi. Kakeknya hanya diam mendengarkan dan menyimak kata sang lucu yang meledak ledak itu.
" utusan pemerintah bilang kepada saya kalau pasar ini mau diterbitkan. Pemerintah menganggap ini pasar liar."
Hanum tambah heran.
"pasar liar? Apanya yang liar mbah? Pasar ini sudah tertib sejak awal berdiri karena diatur oleh kesepakatan para pedagang sendiri, bukan diatur oleh peraturan dari luar yang biasanya dipaksakan berlakunya. Cobambah rasakan, apa selama ini ada masalah di antara pedagang, atau ada masalah antar pasar ini dengan masyarakat? Atau ada masalah serius selama pasar ini ada.?"
Ketua tua itu menggeleng.
" kalau begitu, kenapa harus ditertibkan?"
"utusan pemerintah bilang, pungutan karcis atau uang sapon itu liar, demikian juga uang parkir yang dipungut oleh para pemuda. Utusan itu bilang, yang berhak mengeluarkan keras karcis untuk pedagang dan karcis parkir itu hanya pemerintah, bukan masyarakat.begitu katanya."
Hanum makin tidak mengerti.
"lantas uangnya mengalir kemana ?"
" ke pemerintah, kata utusan itu."
"lantas untuk membianyai tenaga kebersihan di ambil dari mana?"
"pemerintah katanya akan memberi upah, atau gaji kepada tenaga kebersihan itu."
" katanya begitu. Bahkan, katanya pemerintah mau menugaskan seorang lurah pasar untuk mengendalikan pasar ini."
"lho, kan sudah ada pakde naryo yang selama ini bertugas mengatur pasar ini. Selama ini tidak ada keluhan para pedagang atas apa yang pakde naryo kerjakan."
"naryo dikatakan sebagai pejabat liar oleh pemerintah. Sebab yang mengangkat dia bukan pemerintah. Maka pemerintah bermaksud mengirim lurah pasar yang resmi, yang bertindak atas nama negara untuk mengatur pasar ini."
"waduh, gimana sih cara berpikir pemerintah atau negara itu mbah."
" pemerintah dan negara itu tidak bisa berpikir. Pemerintah itu bisanya bertindak, memerintah. Sedang negara itu hanya bisa berkuasa.tidak lebih dari itu."
" kalau sudah begitu memang repot mbah.apa pemerintah atau negara itu tidak melihat bagaimana dulu para pedagang yang bingung karena pasar wonomakmur ditutup kemudian bersatu mendirikan koperasi pedagang.
Koperasi pedagang itulah yang membiayai pembangunan pasar ini, kemudian koperasi pula yang mengangkat pakde naryo sebagai kepala pasar ini.selama ini, para pedagang yang sekaligus anggota koperasi merasa yang memiliki pasar ini, dan secara nyata pasar ini memang milik pedagang,milik koperasi,milik masyarakat. Bukan milik pemerintah atau negara. Pemerintah tidak berhak memungut karcis, tidak berhak memungut uang parkir, tidak berhak mengirim dan menempatkan lurah pasar sebagai petugas negara atau pejabat pemerintah di pasar ini.apa pemerintah tidak melihat kenyataan bahwa masyarakat kita ternyata kalau di biarkan tumbuh sesungguhnya mampu membangun pasar sendiri dan sanggup mengatur diri mereka dan sanggup mengatur diri mereka sendiri?"
" pemerintah dan negara sepertinya memang tidak bisa melihat. Sebab tugas mereka memang hukum untuk melihat lihat dan mengakui kenyataan ini. Seperti saya kata tadi, tugas pemerintah itu ya memerintah, memerintah siapa saja, dan tugas negara adalah berkuasa untuk menguasai apa saja. Jangan harap pemerintah dan negara untuk berfikir dan memikirkan soal kemandirian masyarakat yang dalam bahasa kerjaan dulu disebut wilayah perdikan, sekarang tidak ada lagi wilayah perdikan semacam itu, yang ada semua hanya wilayah penguasaan pemerintah dan negara. Maka menurututusan pemerintah itu, logis dan masuk akal bahkan sudah seharusnya pasar inu di caplok oleh pemerintah."
Hanum tertawa.
" simbah ini bisa melucu juga."
" saya hanya menirukan apa kata utusan itu waktu kemarin kesini."
"kalau begitu, utusan itu memang lucu."
" tetapi saya tidak berani tertawa, waktu itu."
" betul mbah, kalau mbah tertawa bisa dihukum."
Keduanya tertawa. Ada rasa getir menguasa udara.
Resolusi
" apakah tidak ada jalan lain mbah selain menyerangkan pasar milik masyarakat ini kepada pemerintah?" tanya hanum kemudian.
"seperti nya tidak ada jalan lain. Aku tidak mau dikatakan melawan pemerintah, atau dihukum karena melawan negara, mendirikan pasar swasta, melanggar undang undang."
" pemerintah sepertinya ingin sekali menguasai pasar ini."
" jelas,ya."
" lantas bagaimana dengan tanahnya? Inikah tanah milik mbah?"
" pemerintah mau membeli dan akan menjadikan tanah ini tanah negara."
" mbah belum memberikan persetujuan kan?"
"belum. Yang saya katakan pada utusan itu adalah saya baru tahap mendengarkan apa kemauan pemerintah dan saya bilang mau berembung dengan para pedagang dulu."
Hanum berfikir keras. Mencari celah untuk melakukan perlawanan.entah perlawanan seperti apa, ia tidak tahu.
" bagus mbah. Tolong mbah mengulur-ngulur waktu sementara saya menyelidiki kasus ini. Kalau ada pihak yang mendesakkan kemauannya seperti itu pasti ada sebabnya. Saya akan menyelidiki apa yang menjadi latar belakang kenapa ada utusan pemerintah datang ketempat ini dan ingin cepat cepat mencaplok pasar ini."
" baik. Saya akan mengulur ulur waktu agar proses pencaplokan itu tidak serta terjadi. Kalau perlu, kita gagalkan. Sebab kalau masih ada waktu, berati masih ada harapan."
"betul mbah."
Menanggapi atau mengomentari buku fiksi yang dibaca
Bahasa yang digunakan penulis
Bahasa yang digunakan sulit dimengerti karena tidak semua bahasa dalam novel tersebut menggunakan bahasa indonesia. Di dalam novel tersebut juga terdapat bahasa jawa. Jadi, para pembaca harus memahami terlebih dahulu bahasa jawa yang tidak di mengerti.
Kelemahan dan keunggulan buku fiksi
Kelemahan
Kelemahan buku ini adalah cerita dalam buku ini susah di tebak dan di mengerti jadi kita harus membaca dengan konsentrasi agar bisa memahami cerita dalam buku ini.
Kelebihan
Buku ini bisa mengajarkan bagaimana penjajahan ekonomi yang terjadi di negeri ini. Buku ini juga mengajarkan anak-anak muda agar bisa melawan penjajah ekonomi yang terus mengobarkan pelawan