Ani Romaningsih: rumah sakit jadi pkk blud

Sunday, December 6, 2015

rumah sakit jadi pkk blud



Makalah
Administrasi Pelayanan Kesehatan
“ Rumah Sakit Jadi PKK BLUD”
Description: stikes.jpg







Dosen Pengampu : Joni Rasmanto S.KM.,M.Kes

DI SUSUN KELOMPOK 4 :
1.      Ani Romaningsih
2.      Jaya Saputra




PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MERANGIN
TAHUN AJARAN 2015/2016


DAFTAR PUSTAKA

  1. Armen, F., Azwar, V. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Gosyen Publishing, Yogyakarta.
  2. Chalidyanto, Dzajuly. 2013. Rumah Sakit Pemerintah sebagai Badan Layanan Umum (BLU), Apakah Mendukung Universal Coverage ??. FKM Universitas Airlangga, Surabaya.
  3. Djuhaeni, Henni. 2006. Sistem Penganggaran Rumah Sakit.
  4. PERSI. 2011. Bimbingan Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Pada Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU/BLUD)menuju Rumah Sakit yang Efisien, bermutu, Akuntabel dan Auditable. Seminar dan Workshop, Jakarta.
  5. PMK RI No. 76 Tahun 2008 Tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
  6. Anonim. 2012. Akuntansi Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 7 November 2015,, http://dcmaria.wordpress.com/2012/09/18/akuntansi-badan-layanan-umum-blu/
  7. Anonim. 2012. Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 8 November 2015, http://www.rhyerhiathy.wordpress.com/2012/12/25/rssebagaibl/
  8. http://syukriy.wordpress.com/2010/01/14/rsud-sebagai-blud-isu-isu-penting/
diakses tanggal 8 November 2015
  1. https://dreamfile.wordpress.com/2014/01/23/mengapa-rumah-sakit-harus-blud/trackback/ diakses tanggal 8 November 2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Rumah sakit jadi PKK BLUD.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Administrasi Pelayanan Kesehatan dengan dosen pengampu Joni Rasmanto S.KM.,M.Kes. Sebagaimana kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun pembahasan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tugas makalah ini.
            Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
                                                                                       

Bangko,    Oktober  2015

           

Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI  .......................................................................................................... ii
BAB     I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ....................................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB    II    PEMBAHASAN................................................................................... 3
BAB    IV  PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................. 9
B.     Saran ...................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Latar belakang pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Hal ini disebabkan kondisi pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara Negara dewasa ini dirasa belum memuaskan masyarakat, contohnya,
1.      Dalam memberikan pelayanan tidak cepat namun terjadi prosedur yang berbelit-belit (kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah?, bukannya kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit?);
2.      Adanya diskriminasi pelayanan, kalau masyarakat yang bersangkutan mempunyai jabatan atau uang, akan cepat dilayani, akan tetapi kalau masyarakat biasa (miskin) entar dulu;
3.      Biaya tidak transparan, katanya gratis tetapi kenyataan di lapangan masih harus bayar, membayarnyapun tidak ada standarnya;
4.      Adanya budaya kerja aparatur yang belum baik, hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa kalau sudah jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), kerja tidak kerja gajinya sama;
5.      Waktu penyelesaian pemberian pelayanan yang tidak jelas, katanya kalau mengurus KTP dapat selesai dua hari, kenyatan di lapangan bisa sampai dua minggu;
6.      Banyaknya praktek pungutan liar, ini yang sampai saat ini masih susah di tanggulangi, alasannya klasik “ gaji” kurang, yang menjadi pertanyyan apa iya gaji kurang? Apakah bisa dijamin remunerasinya tinggi pungli tidak ada? Kondisi tersebut memberikan citra negative terhadap penyelenggara pelayanan di mata masyarakat. Sehingga akan berdampak pada rendahnya daya saing bangsa dan juga pertumbuhan ekonomi nasional, kenapa? Karena investor tidak mau lagi menanamkan modalnya di Indonesia, belum-belum sudah dipalak sehingga mengakibatkan biaya tinggi. Akibatnya banyak yang lari ke Negara lain seperti Vietnam, Singapura dan lain-lainnya.
Seperti kita ketahui, ada tiga jenis lembaga di pemerintah daerah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. (1) Public goods, yaitu pelayanan yang diberikan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang operasionalnya seluruhnya dengan APBD, sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit); (2) Quasi Public Goods, yaitu perangkat daerah yang dalam operasionalnya sebagian dari APBD dan sebagian lagi dari hasil jasa layanan yang diberikan, sifatnya tidak semata-mata mencari keuntungan (not for profit); dan (3) Private Goods, yaitu lembaga milik pemerintah daerah yang biaya operasionalnya seluruhnya berasal dari hasil jasa layanan (seperti BUMD, Perusahaan daerah) dan bersifat mencari keuntungan (profit oriented). Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat daerah yang bersifat quasi public goods, adalah lembaga tersebut diberi kemudahan dalam pengelolaan keuangannya, khususnya yang berasal dari jasa layanan, dengan konsekuensi lambat laun pendanaan yang bersumber dari APBD presentasenya semakin dikurangi. Sehingga diharapkan dikemudian hari bisa mandiri. Alokasi anggaran berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai perangkat daerah tersebut dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang bersifat public goods, misal untuk pembangunan sekolahan, menambah kesejahteraan guru (kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun jalan, irigasi (kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Sehingga ke depan APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat yang bersifat public goods.
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan, bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada perangkat daerah yang secara operasional memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kenapa dengan BLUD ?.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan, mengetahui dan menganalisis rumah sakit yang BLUD.


BAB II
PEMBAHASAN

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan paket reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara/daerah. Paradigma perubahan yang sangat menonjol adalah penyusunan pola penganggaran dari pendekatan tradisional ke penganggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja lebih menekankan pada proses yang akan dihasilkan (output), bukan sekedar membiayai masukan (input).
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, khususnya Pasal 68 dan Pasal 69 memfokuskan pada Instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangannya dengan sebutan Badan Layanan Umum. Demikian juga di lingkungan Pemerintah Daerah, terdapat banyak Perangkat Kerja Daerah yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengamanatkan khususnya dalam pasal 150 yaitu “Pedoman teknis mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan”. Untuk itu, pada tanggal 7 November 2007 telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Dalam Peraturan Menteri tersebut perangkat kerja daerah di lingkungan Pemerintah Daerah yang secara langsung melaksanakan tugas operasional pelayanan publik dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD).
BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah.
Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
Dalam pengelolaan keuangan, BLUD diberikan fleksibilitas antara lain berupa:
1.      Pengelolaan pendapatan dan biaya;
2.      Pengelolaan kas;
3.      Pengelolaan utang;
4.      Pengelolaan piutang;
5.      Pengelolaan investasi;
6.      Pengadaan barang dan/atau jasa;
7.      pengelolaan barang;
8.      Penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban;
9.      Pengelolaan sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit;
10.  Kerjasama dengan pihak lain;
11.  Pengelolaan dana secara langsung; dan
12.  Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
Adanya privilese yang diberikan kepada BLUD, karena tuntutan khusus yaitu untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari BLUD. Oleh karena itu, prasyarat perangkat daerah untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) harus dilakukan secara selektif dan obyektif. Layak tidaknya perangkat daerah menerapkan PPK-BLUD wajib terlebih dahulu dilakukan penilaian oleh Tim Penilai yang diketuai Sekretaris Daerah yang hasilnya harus didasarkan pada penilaian obyektif, tidak hanya pemenuhan kelengkapan persyaratan administratif saja.
Selain dari obyektivitas hasil penilaian tersebut, keberadaan BLUD juga harus dikendalikan dalam bentuk perjanjian kinerja (contractual performance agreement) antara Kepala Daerah dengan Pemimpin BLUD. Kepala Daerah bertanggungjawab atas kebijakan layanan dan pemimpin BLUD bertanggungjawab untuk menyajikan hasil layanan.
Dengan demikian, penerapan PPK-BLUD diharapkan tidak sekedar perubahan format belaka, yaitu mengejar remunerasi, fleksibilitas, menghindari peraturan perundang-undangan dalam pengadaan barang dan jasa,  akan tetapi yang benar adalah, tercapainya peningkatan kualitas pelayanan publik, kinerja keuangan dan kinerja manfaat bagi masyarakat secara berkesinambungan sejalan dengan salah satu spirit BLUD yang dikelola berdasarkan “praktik-praktik bisnis yang sehat”.
Dengan adanya fleksibilitas, penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) menjadi salah satu alternatif  dalam pengelolaan keuangan yang menarik bagi beberapa daerah. Namun demikian, dalam perjalanannya untuk menerapkan PPK - BLUD tidak mudah, butuh waktu 3-4 tahun serta melibatkan banyak pihak seperti Kepala Daerah, DPRD, Sekda dan jajarannya, Dinas terkait, RSD dan Tim, dan Pihak ke 3. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh SKPD atau Unit Kerja tersebut, yaitu :
1.      Persyaratan substantif terpenuhi, apabila  SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a.       Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat;
b.      Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c.       Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
2.      Persyaratan teknis terpenuhi, apabila:
a.       Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD, sebagaimana direkomendasikan oleh sekretaris daerah/kepala SKPD yang bersangkutan;
b.      Kinerja keuangan SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan adalah sehat, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD.
3.      Persyaratan administratif terpenuhi apabila SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut:
a.       Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b.      Pola tata kelola;
c.       Rencana strategis bisnis;
d.      Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan;
e.       Standar pelayanan minimal; dan
f.       Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah tersebut, beberapa SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang memberi pelayanan langsung pada masyarakat telah menerapkan PPK-BLUD. Pelayanan tersebut, antara lain berkaitan dengan bidang kesehatan, pendidikan, wisata daerah, air minum, pengelolaan kawasan, dan pengelolaan dana khusus. Dari beberapa jenis pelayanan tersebut, pelayanan bidang kesehatan (khususnya Rumah Sakit Daerah) yang paling banyak menerapkan PPK-BLUD, sampai akhir bulan Oktober 2013 RSD yang sudah melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri sudah 257 RSD atau 41% dari total sekitar 639 RSD yang ada di Indonesia. Sementara itu, untuk Puskesmas yang sudah melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri sudah menerapkan PPK-BLUD sebanyak  164 Puskesmas dari 9.510 Puskesmas di Indonesia.
Namun demikian, dalam implementasinya belum semuanya berjalan optimal. Hal ini disebabkan adanya kendala, baik di lingkungan internal maupun eksternal BLUD. Di lingkungan internal, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memahami dalam operasional BLUD. Sedangkan di lingkungan eksternal BLUD, antara lain Kepala Daerah, Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah seperti Biro/Bagian Hukum, Biro/Bagian Organisasi, pejabat  di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), pejabat di lingkungan Inspektorat Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan PPK-BLUD, ada yang belum memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan PPK-BLUD.
Kurangnya pemahaman terkait dengan implementasi BLUD, antara lain terkait dengan:
1.      Status BLUD bertahap
Status BLUD bertahap hanya berlaku paling lama 3(tiga) tahun. Sehingga, untuk menjadi BLUD dengan status penuh seharusnya tidak perlu menunggu sampai tiga tahun, sepanjang dokumen administratif yang diajukan kembali kepada kepala daerah dan dinilai oleh tim penilai dirasa sudah memuaskan dapat ditetapkan menjadi BLUD dengan status penuh. 
2.      BLUD dipersamakan dengan BUMD
Ada pemahaman BLUD dipersamakan dengan BUMD, sehingga setelah menerapkan PPK-BLUD, APBD langsung dihentikan atau alokasi anggaran dari APBD ke BLUD hanya untuk belanja pegawai. Pemahaman seperti ini adalah kurang pas. Karena BLUD hanya instrumen yang diberikan kepada unit-unit pelayanan milik Pemerintah daerah agar memberi pelayanan kepada masyarakat menjadi optimal. Sehingga, kewajiban Pemerintah Daerah dalam hal ini APBD masih dimungkinkan, baik untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa, maupun Belanja Modal. Namun demikian, setelah menerapkan PPK-BLUD mestinya peran APBD untuk operasional BLUD secara persentase makin lama makin turun.
3.      Peran DPRD pada Penerapan PPK-BLUD
Selama ini, banyak yang mempertanyakan, apa peran DPRD pada BLUD? Karena penetapan SKPD/Unit Kerja pada SKPD untuk menerapkan PPK-BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah, penetapan tarif  layanan dengan Peraturan Kepala Daerah. Peran DPRD apa? Peran DPRD adalah waktu pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, dewan akan melihat dan membahas target kinerja pada RBA yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran itu apa? Demikian juga waktu membahas laporan pertanggungjawaban APBD, dewan akan melihat tercapai tidak target-target kinerja yang tercantum dalam RBA? Kalau tidak tercapai dewan dapat merekomendasi kepada kepala daerah agar: (1) Pejabat Pengelola BLUD diingatkan; atau (2) kalau perlu pejabat pengelolanya diusulkan untuk diganti. Tetapi jangan mengusulkan agar BLUD-nya dicabut, karena yang salah adalah pengelolanya bukan institusinya.
4.      Pengelolaan Sisa Kas di akhir tahun anggaran
Untuk Sisa Kas di akhir tahun anggaran BLUD, apabila pada akhir tahun anggaran ada Sisa Kas di akhir tahun anggaran pada BLUD, maka Sisa Kas di akhir tahun anggaran tersebut tidak disetor ke Kas Daerah, akan tetapi dilaporkan ke PPKD yang merupakan bagian dari SiLPA Pemerintah Daerah, dan dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Sisa Kas di akhir tahun anggaran dapat disetor ke Kas Daerah sepanjang ada permintaan Kepala Daerah, dengan mempertimbangkan tidak mengganggu likuiditas keuangan BLUD dalam memberi pelayanan; dan adanya kondisi mendesak, kalau tidak segera ditangani akan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Penerapan kebijakan  untuk menerapkan PPK-BLUD pada hakekatnya merupakan upaya pemerintah mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan khususnya di bidang pelayanan publik. Beberapa dukungan kebijakan terhadap penerapan BLUD tersebut pada dasarnya sudah cukup memadai. Namun demikian, perkembangan penerapan PPK- BLUD di unit-unit pelayanan publik masih belum sesuai harapan. Tentu, ini semua menjadi bahan evaluasi terhadap upaya peningkatan kualitas pelayanan publik yang secara terus-menerus dilakukan pemerintah/pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan biaya yang murah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Implimentasi yang didapatkan setelah ditetapkan sebagai BLUD yaitu
1.      Kesiapan SDM merupakan hal yang utama
2.      Tidak semudah yang dibayangkan, membutuhkan kepemimpinan dan pengendalian yang kuat
3.      Sistem belum mendukung terutama sistem keuangan
4.      Dewan Pengawas belum bisa berjalan secara optimal, walaupun di beberapa RS Dewan Pengawas berjalan dengan baik
5.      Melakukan penyesuaian dokumen persyaratan untuk dapat diimplementasikan
6.      Mempersiapkan beberapa dokumen kebijakan untuk mendukung impelemntasi
Dampak dari implementasi BLUD yaitu :
1.      Beban RS menjadi bertambah, RS harus menjalankan 2 sistem akuntansi secara bersamaan (Akuntansi Pemerintah dan Akuntansi Keuangan)
2.      Kinerja RS menjadi lebih baik, namun perlu dikaji secara khusus
3.      Insentif bagi karyawan menjadi lebih baik dan meningkat
4.      Fleksibilitas dalam operasionalisasi RS termasuk pengadaan tenaga
5.      Motivasi dalam memberikan pelayanan menjadi lebih baik
6.      Rumah sakit dapat lebih mudah menetapkan tarif diluar kelas III
7.      Sangat mendukung dengan adanya Program Jamkesmas yang tidak ada kepastian waktu pembayarannya

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Sekitar 59% RSD belum berstatus BLU
2.      Kebijakan BLU merupakan kebijakan yang sangat strategis untuk meningkatkan efisensi dan efektifitas pelayanan di RS, karena RS dituntut untuk dikelola dengan “bisnis yang sehat”
3.      Dukungan dan komitmen pemerintah daerah dan DPRD merupakan faktor kunci keberhasilan BLU di RSD
4.      Aspek yang paling penting dalam perubahan status RS menjadi BLU : kepemimpinan, SDM (mindset, pengetahuan, komitmen, kesadaran) dan sistem RS terutama sistemkeuangan

B.     Saran
1.      Perlu ada semacam “crash program” antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah untuk mempercepat perubahan RSD menjadi BLUD.
2.      Percepatan perubahan status RS sebagai BLUD, perlu dilakukan secara sistematis dan hati-hati, agar jangan sampai menjadi “bumerang”.
3.      Perlu adanya suatu sistem untuk memonitor pelaksanaan “bisnis yang sehat” oleh RS.
4.      Perlu ada sebuah kajian secara empiris untuk menilai efektifitas dan efisiensi RS sebagai BLUD.




No comments:

Post a Comment

speech delay

 hay guyys.... ini saya mau sedikit share tentang speech delay yang lagi marak terjadi pada anak sekarang ... sama seperti anak saya... spee...