Makalah
Administrasi Pelayanan Kesehatan
“ Rumah Sakit Jadi PKK BLUD”
Dosen
Pengampu : Joni Rasmanto S.KM.,M.Kes
DI
SUSUN KELOMPOK 4
:
1. Ani Romaningsih
2. Jaya Saputra
PRODI
S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MERANGIN
TAHUN
AJARAN 2015/2016
DAFTAR
PUSTAKA
- Armen, F., Azwar, V. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Rumah Sakit. Gosyen Publishing, Yogyakarta.
- Chalidyanto, Dzajuly. 2013. Rumah Sakit Pemerintah sebagai Badan Layanan Umum (BLU), Apakah Mendukung Universal Coverage ??. FKM Universitas Airlangga, Surabaya.
- Djuhaeni, Henni. 2006. Sistem Penganggaran Rumah Sakit.
- PERSI. 2011. Bimbingan Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Pada Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU/BLUD)menuju Rumah Sakit yang Efisien, bermutu, Akuntabel dan Auditable. Seminar dan Workshop, Jakarta.
- PMK RI No. 76 Tahun 2008 Tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
- Anonim. 2012. Akuntansi Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 7 November 2015,, http://dcmaria.wordpress.com/2012/09/18/akuntansi-badan-layanan-umum-blu/
- Anonim. 2012. Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum. Diakses tanggal 8 November 2015, http://www.rhyerhiathy.wordpress.com/2012/12/25/rssebagaibl/
- http://syukriy.wordpress.com/2010/01/14/rsud-sebagai-blud-isu-isu-penting/
diakses tanggal 8 November 2015
- https://dreamfile.wordpress.com/2014/01/23/mengapa-rumah-sakit-harus-blud/trackback/ diakses tanggal 8 November 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Rumah sakit
jadi PKK BLUD.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Administrasi Pelayanan Kesehatan dengan dosen pengampu Joni Rasmanto S.KM.,M.Kes. Sebagaimana kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun pembahasan. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan tugas makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Bangko, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan
Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 9
B. Saran ...................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Latar
belakang pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah. Hal ini disebabkan kondisi pelayanan publik yang diberikan
oleh penyelenggara Negara dewasa ini dirasa belum memuaskan masyarakat,
contohnya,
1. Dalam memberikan pelayanan tidak
cepat namun terjadi prosedur yang berbelit-belit (kalau bisa dipersulit mengapa
dipermudah?, bukannya kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit?);
2. Adanya diskriminasi pelayanan, kalau
masyarakat yang bersangkutan mempunyai jabatan atau uang, akan cepat dilayani,
akan tetapi kalau masyarakat biasa (miskin) entar dulu;
3. Biaya tidak transparan, katanya
gratis tetapi kenyataan di lapangan masih harus bayar, membayarnyapun tidak ada
standarnya;
4. Adanya budaya kerja aparatur yang
belum baik, hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa kalau sudah jadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS), kerja tidak kerja gajinya sama;
5. Waktu penyelesaian pemberian
pelayanan yang tidak jelas, katanya kalau mengurus KTP dapat selesai dua hari,
kenyatan di lapangan bisa sampai dua minggu;
6. Banyaknya praktek pungutan liar, ini
yang sampai saat ini masih susah di tanggulangi, alasannya klasik “ gaji”
kurang, yang menjadi pertanyyan apa iya gaji kurang? Apakah bisa dijamin
remunerasinya tinggi pungli tidak ada? Kondisi tersebut memberikan citra
negative terhadap penyelenggara pelayanan di mata masyarakat. Sehingga akan
berdampak pada rendahnya daya saing bangsa dan juga pertumbuhan ekonomi
nasional, kenapa? Karena investor tidak mau lagi menanamkan modalnya di Indonesia,
belum-belum sudah dipalak sehingga mengakibatkan biaya tinggi. Akibatnya banyak
yang lari ke Negara lain seperti Vietnam, Singapura dan lain-lainnya.
Seperti
kita ketahui, ada tiga jenis lembaga di pemerintah daerah yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat. (1) Public goods, yaitu pelayanan yang diberikan
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang operasionalnya seluruhnya dengan
APBD, sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit); (2) Quasi Public Goods,
yaitu perangkat daerah yang dalam operasionalnya sebagian dari APBD dan
sebagian lagi dari hasil jasa layanan yang diberikan, sifatnya tidak
semata-mata mencari keuntungan (not for profit); dan (3) Private Goods, yaitu
lembaga milik pemerintah daerah yang biaya operasionalnya seluruhnya berasal dari
hasil jasa layanan (seperti BUMD, Perusahaan daerah) dan bersifat mencari
keuntungan (profit oriented). Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat daerah
yang bersifat quasi public goods, adalah lembaga tersebut diberi kemudahan
dalam pengelolaan keuangannya, khususnya yang berasal dari jasa layanan, dengan
konsekuensi lambat laun pendanaan yang bersumber dari APBD presentasenya
semakin dikurangi. Sehingga diharapkan dikemudian hari bisa mandiri. Alokasi
anggaran berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai
perangkat daerah tersebut dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang
bersifat public goods, misal untuk pembangunan sekolahan, menambah
kesejahteraan guru (kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun
jalan, irigasi (kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat).
Sehingga ke depan APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat
yang bersifat public goods.
Selanjutnya,
yang menjadi pertanyaan, bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada
perangkat daerah yang secara operasional memberikan pelayanan langsung pada
masyarakat. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kenapa dengan BLUD ?.
B.
Tujuan
Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan,
mengetahui dan menganalisis rumah sakit yang BLUD.
BAB II
PEMBAHASAN
Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara dan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan
paket reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara/daerah. Paradigma
perubahan yang sangat menonjol adalah penyusunan pola penganggaran dari
pendekatan tradisional ke penganggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis
kinerja lebih menekankan pada proses yang akan dihasilkan (output), bukan
sekedar membiayai masukan (input).
Dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, khususnya Pasal 68 dan Pasal 69 memfokuskan
pada Instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kepada
masyarakat, diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangannya dengan
sebutan Badan Layanan Umum. Demikian juga di lingkungan Pemerintah Daerah,
terdapat banyak Perangkat Kerja Daerah yang berpotensi untuk dikelola lebih
efektif melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum tersebut.
Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
mengamanatkan khususnya dalam pasal 150 yaitu “Pedoman teknis mengenai
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diatur lebih lanjut oleh
Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan”.
Untuk itu, pada tanggal 7 November 2007 telah ditetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah. Dalam Peraturan Menteri tersebut perangkat kerja
daerah di lingkungan Pemerintah Daerah yang secara langsung melaksanakan tugas
operasional pelayanan publik dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD
(PPK-BLUD).
BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit
Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLUD merupakan bagian dari
perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah
daerah.
Berbeda
dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari
ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
Dalam
pengelolaan keuangan, BLUD diberikan fleksibilitas antara lain berupa:
1. Pengelolaan
pendapatan dan biaya;
2. Pengelolaan
kas;
3. Pengelolaan
utang;
4. Pengelolaan
piutang;
5. Pengelolaan
investasi;
6. Pengadaan
barang dan/atau jasa;
7. pengelolaan
barang;
8. Penyusunan
akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban;
9. Pengelolaan
sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit;
10. Kerjasama
dengan pihak lain;
11. Pengelolaan
dana secara langsung; dan
12. Perumusan
standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
Adanya
privilese yang diberikan kepada BLUD, karena tuntutan khusus yaitu
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari BLUD. Oleh karena itu, prasyarat
perangkat daerah untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK-BLUD) harus dilakukan secara selektif dan obyektif. Layak tidaknya
perangkat daerah menerapkan PPK-BLUD wajib terlebih dahulu dilakukan penilaian
oleh Tim Penilai yang diketuai Sekretaris Daerah yang hasilnya harus didasarkan
pada penilaian obyektif, tidak hanya pemenuhan kelengkapan persyaratan
administratif saja.
Selain
dari obyektivitas hasil penilaian tersebut, keberadaan BLUD juga harus
dikendalikan dalam bentuk perjanjian kinerja (contractual performance
agreement) antara Kepala Daerah dengan Pemimpin BLUD. Kepala Daerah
bertanggungjawab atas kebijakan layanan dan pemimpin BLUD bertanggungjawab
untuk menyajikan hasil layanan.
Dengan
demikian, penerapan PPK-BLUD diharapkan tidak sekedar perubahan format belaka,
yaitu mengejar remunerasi, fleksibilitas, menghindari peraturan
perundang-undangan dalam pengadaan barang dan jasa, akan tetapi yang
benar adalah, tercapainya peningkatan kualitas pelayanan publik, kinerja
keuangan dan kinerja manfaat bagi masyarakat secara berkesinambungan sejalan
dengan salah satu spirit BLUD yang dikelola berdasarkan “praktik-praktik
bisnis yang sehat”.
Dengan
adanya fleksibilitas, penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD)
menjadi salah satu alternatif dalam pengelolaan keuangan yang menarik
bagi beberapa daerah. Namun demikian, dalam perjalanannya untuk menerapkan PPK
- BLUD tidak mudah, butuh waktu 3-4 tahun serta melibatkan banyak pihak seperti Kepala
Daerah, DPRD, Sekda dan jajarannya, Dinas terkait, RSD dan Tim, dan Pihak ke 3.
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh SKPD atau Unit Kerja
tersebut, yaitu :
1. Persyaratan
substantif terpenuhi, apabila SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan
menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a. Penyediaan
barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan masyarakat;
b. Pengelolaan
wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau
layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan
dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat.
2. Persyaratan
teknis terpenuhi, apabila:
a. Kinerja
pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya
melalui BLUD, sebagaimana direkomendasikan oleh sekretaris daerah/kepala SKPD
yang bersangkutan;
b. Kinerja
keuangan SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang bersangkutan adalah sehat,
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD.
3. Persyaratan
administratif terpenuhi apabila SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut:
a. Pernyataan
kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi
masyarakat;
b. Pola
tata kelola;
c. Rencana
strategis bisnis;
d. Laporan
keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan;
e. Standar
pelayanan minimal; dan
f. Laporan
audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Sejak
ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah tersebut,
beberapa SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang memberi pelayanan langsung pada
masyarakat telah menerapkan PPK-BLUD. Pelayanan tersebut, antara lain berkaitan
dengan bidang kesehatan, pendidikan, wisata daerah, air minum, pengelolaan
kawasan, dan pengelolaan dana khusus. Dari beberapa jenis pelayanan tersebut,
pelayanan bidang kesehatan (khususnya Rumah Sakit Daerah) yang paling banyak
menerapkan PPK-BLUD, sampai akhir bulan Oktober 2013 RSD yang sudah melaporkan
kepada Menteri Dalam Negeri sudah 257 RSD atau 41% dari total sekitar 639 RSD
yang ada di Indonesia. Sementara itu, untuk Puskesmas yang sudah melaporkan
kepada Menteri Dalam Negeri sudah menerapkan PPK-BLUD sebanyak 164
Puskesmas dari 9.510 Puskesmas di Indonesia.
Namun
demikian, dalam implementasinya belum semuanya berjalan optimal. Hal ini
disebabkan adanya kendala, baik di lingkungan internal maupun eksternal BLUD.
Di lingkungan internal, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia yang memahami dalam operasional BLUD. Sedangkan di lingkungan eksternal
BLUD, antara lain Kepala Daerah, Ketua/Anggota DPRD, pejabat di lingkungan
Sekretariat Daerah seperti Biro/Bagian Hukum, Biro/Bagian Organisasi,
pejabat di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), pejabat di lingkungan Inspektorat
Daerah, dan SKPD lain yang terkait dalam penerapan PPK-BLUD, ada yang belum
memahami esensi, makna dan operasional dalam penerapan PPK-BLUD.
Kurangnya
pemahaman terkait dengan implementasi BLUD, antara lain terkait dengan:
1. Status BLUD bertahap
Status BLUD bertahap hanya berlaku
paling lama 3(tiga) tahun. Sehingga, untuk menjadi BLUD dengan status penuh
seharusnya tidak perlu menunggu sampai tiga tahun, sepanjang dokumen
administratif yang diajukan kembali kepada kepala daerah dan dinilai oleh tim
penilai dirasa sudah memuaskan dapat ditetapkan menjadi BLUD dengan status
penuh.
2. BLUD dipersamakan dengan BUMD
Ada pemahaman BLUD dipersamakan dengan
BUMD, sehingga setelah menerapkan PPK-BLUD, APBD langsung dihentikan atau
alokasi anggaran dari APBD ke BLUD hanya untuk belanja pegawai. Pemahaman
seperti ini adalah kurang pas. Karena BLUD hanya instrumen yang diberikan
kepada unit-unit pelayanan milik Pemerintah daerah agar memberi pelayanan
kepada masyarakat menjadi optimal. Sehingga, kewajiban Pemerintah Daerah dalam
hal ini APBD masih dimungkinkan, baik untuk Belanja Pegawai, Belanja
Barang/Jasa, maupun Belanja Modal. Namun demikian, setelah menerapkan PPK-BLUD
mestinya peran APBD untuk operasional BLUD secara persentase makin lama makin
turun.
3. Peran DPRD pada Penerapan PPK-BLUD
Selama ini, banyak yang mempertanyakan,
apa peran DPRD pada BLUD? Karena penetapan SKPD/Unit Kerja pada SKPD untuk
menerapkan PPK-BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah, penetapan tarif
layanan dengan Peraturan Kepala Daerah. Peran DPRD apa? Peran DPRD adalah waktu
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, dewan akan melihat dan
membahas target kinerja pada RBA yang akan dicapai dalam satu tahun anggaran
itu apa? Demikian juga waktu membahas laporan pertanggungjawaban APBD, dewan
akan melihat tercapai tidak target-target kinerja yang tercantum dalam RBA?
Kalau tidak tercapai dewan dapat merekomendasi kepada kepala daerah agar: (1)
Pejabat Pengelola BLUD diingatkan; atau (2) kalau perlu pejabat pengelolanya
diusulkan untuk diganti. Tetapi jangan mengusulkan agar BLUD-nya dicabut,
karena yang salah adalah pengelolanya bukan institusinya.
4. Pengelolaan Sisa Kas di akhir tahun anggaran
Untuk Sisa Kas di akhir tahun anggaran
BLUD, apabila pada akhir tahun anggaran ada Sisa Kas di akhir tahun anggaran
pada BLUD, maka Sisa Kas di akhir tahun anggaran tersebut tidak disetor ke Kas
Daerah, akan tetapi dilaporkan ke PPKD yang merupakan bagian dari SiLPA
Pemerintah Daerah, dan dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Sisa
Kas di akhir tahun anggaran dapat disetor ke Kas Daerah sepanjang ada
permintaan Kepala Daerah, dengan mempertimbangkan tidak mengganggu likuiditas
keuangan BLUD dalam memberi pelayanan; dan adanya kondisi mendesak, kalau tidak
segera ditangani akan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Penerapan
kebijakan untuk menerapkan PPK-BLUD pada hakekatnya merupakan upaya pemerintah
mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan khususnya di bidang pelayanan
publik. Beberapa dukungan kebijakan terhadap penerapan BLUD tersebut pada
dasarnya sudah cukup memadai. Namun demikian, perkembangan penerapan PPK- BLUD
di unit-unit pelayanan publik masih belum sesuai harapan. Tentu, ini semua
menjadi bahan evaluasi terhadap upaya peningkatan kualitas pelayanan publik
yang secara terus-menerus dilakukan pemerintah/pemerintah daerah untuk dapat
memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan biaya yang murah kepada seluruh
lapisan masyarakat.
Implimentasi
yang didapatkan setelah ditetapkan sebagai BLUD yaitu
1. Kesiapan SDM merupakan hal yang utama
2. Tidak semudah yang dibayangkan, membutuhkan
kepemimpinan dan pengendalian yang kuat
3. Sistem belum mendukung terutama sistem keuangan
4. Dewan Pengawas belum bisa berjalan secara optimal,
walaupun di beberapa RS Dewan Pengawas berjalan dengan baik
5. Melakukan penyesuaian dokumen persyaratan untuk dapat
diimplementasikan
6. Mempersiapkan beberapa dokumen kebijakan untuk
mendukung impelemntasi
Dampak
dari implementasi BLUD yaitu :
1. Beban RS menjadi bertambah, RS harus menjalankan 2
sistem akuntansi secara bersamaan (Akuntansi Pemerintah dan Akuntansi Keuangan)
2. Kinerja RS menjadi lebih baik, namun perlu dikaji
secara khusus
3. Insentif bagi karyawan menjadi lebih baik dan
meningkat
4. Fleksibilitas dalam operasionalisasi RS termasuk
pengadaan tenaga
5. Motivasi dalam memberikan pelayanan menjadi lebih baik
6. Rumah sakit dapat lebih mudah menetapkan tarif diluar
kelas III
7. Sangat mendukung dengan adanya Program Jamkesmas yang
tidak ada kepastian waktu pembayarannya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sekitar 59%
RSD belum berstatus BLU
2. Kebijakan
BLU merupakan kebijakan yang sangat strategis untuk meningkatkan efisensi dan
efektifitas pelayanan di RS, karena RS dituntut untuk dikelola dengan “bisnis
yang sehat”
3. Dukungan
dan komitmen pemerintah daerah dan DPRD merupakan faktor kunci keberhasilan BLU
di RSD
4. Aspek
yang paling penting dalam perubahan status RS menjadi BLU : kepemimpinan, SDM
(mindset, pengetahuan, komitmen, kesadaran) dan sistem RS terutama
sistemkeuangan
B.
Saran
1. Perlu
ada semacam “crash program” antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah untuk
mempercepat perubahan RSD menjadi BLUD.
2. Percepatan
perubahan status RS sebagai BLUD, perlu dilakukan secara sistematis dan
hati-hati, agar jangan sampai menjadi “bumerang”.
3. Perlu
adanya suatu sistem untuk memonitor pelaksanaan “bisnis yang sehat” oleh RS.
4. Perlu
ada sebuah kajian secara empiris untuk menilai efektifitas dan efisiensi RS
sebagai BLUD.
No comments:
Post a Comment