Soal
: Buatlah sistem surveilens penyakit infeksi ?
JAWABAN
A.
Sistem Surveilens Penyakit DBD
Sistem
surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di
puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita
DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program
P2DBD, penentuan desa/kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD/ kasus
tersangka DBD per RW/dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui
kecenderungan penyakit.
Alur
pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan/ rumah
sakit ataupun klinik lainnya. Laporan diberikan ke puskesmas yang diteruskan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota. Apabila pelaporan berasal dari rumah sakit bisa
langsung disampikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Selanjutnya, Dinas
kesehatan kabupaten/kota akan melakukan tindak lanjut berupa tindakan-tindakan
penyelidikan epidemiologi, pemberantasan sarang nyamuk ataupun dengan fogging.
Dinas kesehatan kabupaten/kota akan melaporkan kejadian ini ke dinas kesehatan
propinsi. Pelaporan kasus DBD berhenti sampai dengan tingkat propinsi. Di
tingkat propinsi data akan diolah untuk keperluan upaya pemberantasan dan
pencegahan penyakit DBD.
Suatu
sistem suvrveilans dinilai baik atau representative apabila sistem itu
sederhana, fleksible dan dapat diterima (acceptability) oleh pemakai. Dengan
mempunyai karakter yang demikian maka suatu sistem akan banyak bermanfaat bagi
suatu institusi kesehatan ataupun orang-orang yang bergerak di bidang kesehatan
untuk memfokuskan suatu kegiatan.
B.
Sistem Surveilans Penyakit Malaria
Surveilans
malaria adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/ instansi terkait
secara sistematis dan terus menerus tentang situasi malaria dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan tersebut agar dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Manfaat Surveilans Epidemiologi
Penyakit Malaria
1.
Melakukan
pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) malaria di Puskesmas dan
unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka mencegah Kejadian Luar Biasa
(KLB) malaria.
2.
Dapat
menjelaskan pola penyakit malaria yang sedang berlangsung yang dapat dikaitkan
dengan tindakan-tindakan/intervensi
kesehatan masyarakat.
3.
Dapat
mempelajari riwayat alamiah dan epidemiologi penyakit malaria, khususnya untuk
mendeteksi adanya KLB/wabah.
4.
Memberikan
informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan pelayanan kesehatan
dimasa mendatang.
5.
Dapat
membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah kejadian penyakit malaria sebelum dan sesudah
pelaksanaan program.
6.
Mengidentifikasi
kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana penyakit
malaria sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu (musiman,
dari tahun ke tahun), dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
7.
Menghasilkan
informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai
dasar penanggulangan malaria yang cepat dan tepat, yaitu melakukan perencanaan
yang sesuai dengan permasalahannya.
Kegiatan
surveilans malaria terbagi menjadi 3 periode, yaitu:
1.
Surveilans
periode kewaspadaan sebelum Kejadian Luar Biasa (KLB) atau surveilans
Periode Peringatan Dini (PPD): Suatu kegiatan untuk memantau secara
terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan
pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB.
2.
Surveilans
Periode KLB: Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria
menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari
biasanya/sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita
malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita
plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada
kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena
malaria.
3.
Surveilans
Paska KLB: Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring
dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei secara periodik
pada lokasi KLB (MFSatau MS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.
Dalam
sistem surveilans malaria mencakup hal-hal pokok sebagai berikut (Depkes RI,
2007) :
1.
Pengumpulan data melalui
kegiatan penemuan kasus.
Penemuan
penderita malaria dilakukan dengan :
a)
Cara
pasif (Passive Case Detection) yaitu penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka
yang datang berkunjung ke UPK.
b)
Survei malariometrik, yang terdiri dari :
1)
Survei malariometrik dasar,
yaitu mengukur tingkat endemisitas dan prevalensi di wilayah epidemiologis yang
belum tercakup oleh kegiatan pemberantasan vektor. Waktu pengambilan darah pada
saat puncak tertinggi fluktuasi malaria klinis atau data entomologi setempat
dan dilaksanakan 1 kali saja.
2)
Survei malariometrik
evaluasi, yaitu mengukur dampak kegiatan pemberantasan vektor khususnya
penyemprotan rumah di daerah prioritas. Waktu pengambilan darah pada saat
puncak tertinggi fluktuasi malaria klinis atau data entomologi setempat.
2.
Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah diterima
kemudian diolah dan dianalisa selanjutnya disajikan dalam bentuk teks, tabel,
grafik dan atau spot map. Pengolahan dan analisa
dilakukan di tingkat Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan
Propinsi dan Departemen Kesehatan Pusat.
3.
Umpan Balik dan
Penyebarluasan Informasi
a)
Puskesmas mengirim umpan
balik ke Puskesmas Pembantu yang ada di wilayahnya.
b)
Dinas Kesehatan Kabupaten
mengirim umpan balik kepada seluruh Puskesmas.
c)
Dinas Kesehatan Propinsi
mengirim umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
d) Departemen
Kesehatan RI mengirim umpan balik ke semua Propinsi Sedangkan penyebarluasan
informasi melalui laporan triwulan, tahunan, profil kesehatan, dan Laporan
akuntabilitas instansi pemerintah (LAKIP) yang diinformasikan kepada lintas
sektor dan program terkait, para penentu keputusan dan kebijakan serta
masyarakat yang membutuhkan.
C.
Sistem Surveilens Penyakit TBC
1.
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman Myocobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuhmanusia melaui udara pernapasan kedalam
paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalu
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus)
atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua
kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
2.
Tujuan Surveilans Epidemiologi TBC
a.
Tujuan
umum
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko
dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif.
b. Tujuan khusus surveilans
1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini
outbreak
3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)
pada populasi
4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6) Mengidentifikasi kebutuhan risetManfaat Surveilans Epidemiologi TBC:
3. Manfaat surveilans epidemiologi penyakit tbc yaitu:
a. Dapat diketahui distribusi penyakit tuberculosis menurut orang, tempat,
waktu, dan kelompok umur pada suatu daerah tertentu dimana dilakukannya
surveilans.
b. Bagi pensurvei (puskesmas), sebagai bahan informasi penting mengenai suatu
penyakit tuberkulosis dan dapat digunakan untuk penentu kebijakan selanjutnya
dalam langkah penanggulangan penyakit tuberculosis tersebut.
c. Bagi masyarakat, surveilans epidemiologi tbc dapat dijadikan sebagai
informasi dan sebagai bahan masukan agar masyarakatlebih meningkatkan lagi
kesehatanya.
4. Indikator dalam
Survailens Epidemiologi TBC
Indikator
dalam survei TBC (survey tuberkulin, studi tentang kematian, pengkajian
pelaksanaan DOTS di RS), antara lain:
a. Komitmen pemerintah untuk mempertahankan control terhadap TB;
b. Deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui
pemeriksaan dahak;
c. Enam hingga delapan bulan pengobatan teratur yang diawasi (termasuk
pengamatan langsung untuk pengkonsumsian obat setidaknya selama dua bulan
pertama);
d. Persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus;
e. Sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan
program.
f. Memasukkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment,
Short-course) sebagai penilaian akreditasi rumah sakit;
g. Menggunakan 18 alat Gene Xpert sebagai Rapid
Diagnostic TB untuk TB MDR dan TB HIV;
h. Memperluas pelayanan TB MDR keseluruh Indonesia;
i.
Melibatkan lintas sector
Pemerintah dan asosiasi profesi untuk menjangkau seluruh kelompok masyarakat;
j.
Mengembangkan Sistem
Informasi Terpadu Tuberkulosis;
k. Memberdayakan masyarakat dengan pembentukan Jaringan
Peduli TB Indonesia dan paguyuban masyarakat peduli TB;
l.
Menyusun exit strategy
agar tidak tergantung pada bantuan luar negeri; Menyepakati dengan PT ASKES dan
Jamsostek dalam penerapan standar pengobatan TB dan pembiayaan berbasis
asuransi bagi seluruh pasien TB.
5. Metode-Metode Survailens
Epidemiologi TBC
Metodologi yang digunakan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif,
termasuk modeling, eksperimentasi, kuasi eksperimen, focus group
discussion, in-depth interview dan lain-lain. Tidak ada metode khusus yang
digunakan.Dalam melakukan survei tuberkulosis, keterlibatan manajer dan
pelaksana program sangat diperlukan. Keberhasilan dalam surveidinilai dari
seberapa besar pemanfaatan hasil penelitian untuk perbaikan pelaksanaan
program. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil survei akan dimanfaatkan,
bila pelaksana program diikutsertakan sejak dari awal. Langkah-langkah surveilans TBC, meliputi:
a. Penentuan dan penetapan masalah
(problem identification),
b. Upaya pemecahan masalah
(hypothesis)
c. Ujicoba pemecahan masalah
(research implementation)
d. Telah keberhasilan upaya
pemecahan masalah (analysis and discussion)
e. Penyebarluasan hasil (publication).
6. Kelebihan dan Kekurangan
Secara Umum
a. Kelebihan Surveilens Epidemiologi Penyakit TBC
1) Informasi epidemiologi penyakit TBC terdistribusi kepada program terkait,
pusat-pusat kajian, dan pusat penelitian serta unit surveilans lain.
2) Terkumpulnya data kesakitan, data laboratorium dan data KLB penyakit TBC di
Puskesmas, Rumah Sakit danLaboratorium, sebagai sumber data Surveilans Terpadu
Penyakit
3) Dapat mendistribusikan data kesakitan, data laboratorium serta data KLB
penyakit TBC kepada unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit
surveilans Dinas Kesehatan Propinsi dan unit surveilans Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
4) Terlaksananya pengolahan dan penyajian data penyakit dalam bentuk tabel,
grafik, peta dan analisis epidemiologi penyakit TBC lebih lanjut oleh Unit
surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen
PPM &PL Depkes
5) Dapat mendistribusikan hasil pengolahan dan penyajian data penyakit beserta
hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi kepada program terkait
di Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional,
pusat-pusat riset, pusat-pusat kajian dan perguruan tinggi serta sektor terkait
lainnya
6) Memantau kemampuan program TB untuk mendeteksi kasus, menjamin selesainya
pengobatan dan kesembuhan.
b. Kekurangan dalam hal surveilens
epidemiologi penyakit TB antara lain:
1) Permaslahan dalam pencatatan data TB di rumah sakit seperti:
a) Pertama, ketidakakuratan data, terjadi karena pengisian formulir masih
dilakukan secara manual sehingga untuk mengisi seluruh formulir baik standar
maupun buku bantu terdapat data yang sama ditulis berulang kali, sehingga mudah
menimbulkan kesalahan
b) Masalah ketidaklengkapan data, sebagai contoh data yang diisi dalam
formulir pelaporan TB 01 tidak lengkap sebelum pelaksanaan validasi sampling
diambil 10 laporan TB 01 secara acak semuanya tidak lengkap pengisiannya,
dikarenakan petugas harus mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk
melengkapi laporan TB 01
c) Validasi data memerlukan waktu lama, karena data dari Puskesmas, BP4, Rumah
Sakit dan Puskesmas harus disalin ulang oleh wasor TB kabupaten/kota untuk
kepentingan pengisian data register kabupaten. Supervisi ke UPK dilaksanakan
setiap 3 bulan sekali dan setiap kali supervisi untuk validasi data pada satu
UPK dibutuhkan waktu lebih dari 2 jam sampai sehari penuh
d) Tidak dapat memberikan informasi bulanan tepat waktu, karena supervisi
dilaksanakan setiap 3 bulan sekali sementara propinsi menghendaki laporan
bulanan. Dengan demikian laporan bulanan hanya berupa laporan estimasi.
e) Banyak pasien yang tidak tercatat dalam program DOTS disebabkan karena
pindah pengobatan dan tidak terpantau bahkan tidak dilaporkan
f) Kesulitan untuk monitoring pasien selama pengobatan
g) Kesulitan jika ingin membuat laporan yang bervariasi dengan tampilan tabel,
grafik maupun peta karena harus menghitung secara manual. Terakhir kesulitan
untuk mengambil keputusan klinis berkaitan penegakan diagnosis TB karena
kebutuhan data klinis belum ada dalam formulir TB standar, sehingga perlu
dikembangkan format laporan misalnya clinical pathway yang di kembangkan
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
2) Permasalahan yang berkaitan dengan structural dan pendanaan , seperti:
a) Selama ini pelaksanaan surveilans masih bersifat vertikal, dan terpisah
antar satu program dengan program lainnya. Pemerintah pusat telah mengeluarkan
Kepmenkes No.1116/SK/VIII/2003 yang mengatur penyelenggaraan sistem surveilans.
Kepmenkes ini menyebutkan agar dibentuk unit surveilans dan unit pelaksana
teknis surveilans serta dibentuk jejaring surveilans antara unitunit tersebut.
Pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan Kepmenkes belum berjalan secara
maksimal di daerah. Belum ada Perda atau Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota
yang merujuk ke Kepmenkes. Surveilans saat ini banyak didanai pemerintah pusat.
Dana masuk dalam anggaran pusat yang bersifat program vertikal. Tidak ada dana
untuk pengembangan surveilans di daerah. Akibatnya jarang sekali dilakukan
pencegahan sekunderprimer oleh pemerintah daerah. Respons oleh pemerintah pusat
dari kegiatan surveilans lebih banyak ke pencegahan tersier yang mempunyai
risiko keterlambatan
b) Perlu penguatan sistem surveilans di daerah dengan cara penguatan kedudukan
unit surveilans dalam tatanan struktural dinkes dan optimalisasi anggaran,
terutama dari APBD. Ada kemungkinan pemerintah daerah merasa bahwa urusan
surveilans adalah urusan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak
memprioritaskan program surveilans dan menganggap surveilans tidak terlalu penting.
Persepsi pemerintah daerah seperti ini yang menjadikan alokasi anggaran untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans sangat rendah.
3) Permaslahan yang menjadi kekurangan dalam surveilens dilihat dari prosesnya
meliputi:
a) Input, meliputi kurangnya sumber daya manusia, kurangnya peranan kelompok
jabfung, minimnya dukungan anggaran, dan tidak adanya dukungan dari Perda
b) Segi proses, dinyatakan bahwa jejaring surveilans selama ini tidak ada,
belum ada konfirmasi kasus, belum terjadi koordinasi lintas program apalagi
lintas sektoral, respon selama ini hanya bersifat by case
c) Output, kelengkapan dan ketepatan data masih rendah, diseminasi buletin
epidemiologi dan umpan balik pun belum ada di semua daerah, hanya saja di
beberapa daerah umpan balik dilakukan dengan pertemuan bulanan dokter, atau ada
pula yang memberi umpan balik dengan menyebarkan edaran ke Puskesmas-Puskesmas.
D.
Sistem Surveilens Penyakit Filariasis
Penyakit Filariasis adalah salah satu penyakit penyakit
menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi diprogramkan,
ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke
Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat pusat.
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan
serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Langkah-langkah kegiatan surveilans
1.
Perencanaan
surveilans
Perencanaan kegiatan surveilans
dimulai dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi
kasus filariasis,
perencanaan perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan
mekanisme penyebarluasan informasi.
2.
Pengumpulan
data
Pengumpulan data merupakan awal dari
rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan
memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan
terus-menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat
pasif yang bersumber dari Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif
yang diperoleh dari kegiatan survei (Budioro, 1997).
Pengumpulan data dilakukan dengan
mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dianggap penderita
malaria atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveillance)
atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu
dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan
Puskesmas pembantu, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari
laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive
surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan
sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan dari
Pustu, Posyandu, Barkesra, Poskesdes (Arias, 2010).
Proses pengumpulan data diperlukan
sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan di Puskesmas
adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan
pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan
formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2
(laporan mingguan) dan lain-lain (Noor, 2000).
3.
Pengolahan
dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari
kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon
frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat
diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan
menggunakan program (software) seperti epi info, SPSS, lotus, excel dan
lain-lain (Budioro, 1997).
4.
Analisis
data
Analisis merupakan langkah penting
dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk perencanaan,
monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi,
rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit
(Noor, 2000).
Data yang sudah diolah selanjutnya
dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau tahun-tahun sebelumnya,
sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan
penyebab penyakit malaria dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
malaria (Arias, 2010).
5.
Penyebarluasan
informasi
Penyebarluasan informasi dapat
dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas
sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi
sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah
dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan (Budioro, 1997).
Penyebarluasan informasi yang baik
harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam
menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program
yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu membuat
suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan
kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin,
memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan mudah
(Depkes RI, 2003).
6.
Umpan
balik
Kegiatan umpan balik dilakukan
secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima laporan setelah diolah dan
dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang melakukan laporan
dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah
diterima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang
diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan berikutnya akan tepat waktu
dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik dapat melalui surat umpan
balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat melakukan pembinaan/suvervisi
(Arias, 2010).
Bentuk dari umpan balik bisa berupa
ringkasan dari informasi yang dimuat dalam buletin (news letter) atau surat
yang berisi pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa
kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Laporan perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya,
selain itu bila mencantumkan laporan yang diterima dari eselon bawahan,
sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal penerimaan laporan (Depkes RI,
2003).
7.
Investigasi
penyakit
Setelah pengambilan keputusan
perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilakukan
investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator
membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam
hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di
laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan
bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Filariasis yang perlu mengambil tindakan atau
sebaliknya (Arias, 2010).
8.
Tindakan
penanggulangan
Tindakan penanggulangan yang
dilakukan melalui pengobatan segera pada penderita yang sakit, melakukan
rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit Filariasis kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit
tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai
penularan (Arias, 2010).
Pelaksanaan Surveilans
Filariasis di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan
oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa
pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang
dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan:
1.
Membangun sistem kewaspadaan dini
penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan
data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana
perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2.
Membuat peta daerah rawan penyakit.
Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap
muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi
program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3.
Membangun kerjasama dengan program dan
sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya.
4.
Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB
Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB
penyakit di wilayahnya.
5.
Melakukan pembinaan/asistensi teknis
kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes.
6.
Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).
No comments:
Post a Comment