1.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia
a.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra
yang dimilikinya yaitu mata, hidung, telingga dan sebagainya. Dengan sendirinya
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Sebagian
besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan
indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6
tingkat pengetahuan yaitu diantaranya (Notoatmodjo, 2010) :
1) Tahu
(Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkatan ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa
jamban adalah tempat membuang air besar. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa
orang tahu sesuatu dapat menggunakn pertanyaan-pertanyaan.
2) Memahami
(Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang materi yang diketahui dan
dapat mengintrepretasikan materi yang benar. Memahami suatu objek bukan sekedar
tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi orang
tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
3) Aplikasi
(Application)
Aplikasi diartikan apabila orang
yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4) Analisis
(Analisys)
Analisis adalah kemampuan sesorang
untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan membuat bagan terhadap pengetahuan atau objek tersebut.
5) Sistesis
(Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan sesorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang
logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas
dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
6) Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian-penilaian
itu dilaksanakan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran atau penilaian pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2003) dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:
a) Pengetahuan baik 75-100 %
b) Pengetahuan tidak baik
≥ 75%
Berdasarkan penelitian Fahrun dkk tahun
2009 di RW VII Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir Surabaya yaitu tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan
Posyandu Lansia dengan p value (0,634).
Pengetahuan lansia yang kurang
tentang posyandu lansia mengakibatkan kurangnya pemahaman lansia dalam
pemanfaatan posyandu lansia. Keterbatasan pengetahuan ini akan mengakibatkan
dampak yang kurang baik dalam pemeliharaan kesehatannya. Pengetahuan lansia
akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam
kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan
mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala
keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman
ini, pengetahuan lansia akan menjadi lebih meningkat, yaitu menjadi meningkat,
yang menjadi dasar penbentukan sikap dan dapat mendorong minat para lansia
untuk selalu datang mengikuti kegiatan posyandu lansia setiap bulannya.
Menurut penelitian Handayani (2012)
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan
pelayanan posbindu lansia (ρ = 0,000 OR = 61,5). Namun penelitian ini
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahrun (2009) yang
menyatakan tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kunjungan lansia ke
posyandu lansia (ρ = 0,634). Tingkat pengetahuan seseorang tidak selalu
memotivasi prilaku logika, artinya pengetahuan yang baik (lansia yang tahu
tentang pengertian Posyandu, tujuan posyandu, bentuk pelayanan posyandu, dan mekanisme
posyandu) tidak selalu memimpin perilaku yang benar dalam hal ini pengetahuan
tentang posyandu yang baik belum tentu mau berkunjung ke posyandu.
b.
Dukungan
Keluarga
Keluarga mempunyai peran penting
dalam pembinaan lanjut usia, baik di
rumah maupun dalam kegiatan posyandu lanjut
usia. Dengan peran optimal keluarga diharapkan semakin meningkatkan kualitas kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia. Peran keluarga dalam pembinaan lanjut usia antara lain (Komnas
Lansia, 2010) :
1) Menyediakan
sarana dan prasarana yang memadai bagi lanjut
usia di rumah sesuai dengan keberadaannya.
2) Pemenuhan
kebutuhan gizi lanjut usia sehari-hari.
3) Memberikan
akses bagi lanjut usia untuk ikut serta dalam kegiatan posyandu lanjut usia.
4) Membantu
lanjut usia untuk mencari pelayanan kesehatan apabila sakit.
5) Memberikan
kesempatan bagi lanjut usia untuk tetap berperan
dalam keluarga sesuai dengan kemampuannya.
Dukungan dari keluarga merupakan
unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada
dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi
masalah yang terjadi akan meningkat (Stuart dan Sunden, 1995 dalam Tamher dan
Noorkasiani, 2011).
Dukungan keluarga memiliki peran
penting terhadap lansia dalam pemanfaatan posyandu oleh lansia. Kalau tidak ada
dukungan dari keluarga maka secara tidak langsung intensitas kunjungan lansia
ke posyandu akan semakin berkurang. Dengan tidak adanya dukungan dari keluarga
maka para lansia akan tidak jadi datang ke posyandu apalagi bagi lansia yang
tidak mampu lagi berjalan sendiri untuk datang ke posyandu. Begitupun
sebaliknya dengan adanya dukungan dari keluarga maka secara tidak langsung
keluarga tersebut memiliki peran penting untuk meningkatkan intensitas
kunjungan lansia ke posyandu.
Berdasarkan penelitian Elmi tahun
2014 di Desa Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang yaitu terdapat
hubungan yang bermakna antara dukugan keluarga dengan kunjungan lansia ke
posyandu dengan p value = 0,001 (<0,05).
c.
Peran
Kader
Kader
posyandu dipilih dari anggota masyarakat, baik dari para lanjut usia sendiri,
maupun dari kelompok umur lainnya, yang bersedia menjadi kader. Persyaratan
menjadi kader adalah (Komnas Lansia, 2010) :
1)
Diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat
2)
Dipilih oleh masyarakat sesuai prosedur setempat.
3)
Mau dan mampu bekerja sukarela
4)
Dapat membaca dan menulis
5)
Sabar dan memahami para lanjut usia.
6)
Jiwa pelopor pembaharuan dan penggerak masyarakat
Kader
Posyandu adalah orang dewasa, baik laki-laki atau perempuan yang mau bekerja
secara sukarela melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan terkait dengan kesejahteraan
lanjut usia (Komnas Lansia, 2010).
Menurut Sukarni (2002)
menyatakan bahwa kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat
setempat, mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem
kesehatan. Kader betanggung jawab kepada kepala desa dan supervisor yang
ditunjuk oleh petugas/tenaga pelayanan pemerintah keberadaan kader posyandu
lansia sangat berperan dalam pemanfaatan posyandu lansia. Dalam menjalankan
tugasnya sebagai kader perlu adanya suatu sikap, perilaku dari kader yang baik.
Apabila sikap dan perilaku kader baik akan memperoleh penilaian yang baik bagi
peserta
posyandu secara baik.
Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah kader lebih giat lagi memberi tau dan
mengajak para lansia untuk sebisa mungkin datang pada saat pelaksanaan posyandu
berlangsung. Dan bila perlu kader membuat cara yang unik agar minat lansia
untuk datang ke posyandu semakin meningkat.
Berdasarkan penelitian Hesti Wahono (2010), variabel
peran kader mempuyai nilai signifikansi p-value = 0,012, dengan
demikian disimpulkan bahwa faktor peran kader mempengaruhi pemanfaatan posyandu
lansia di Desa Gantungan Makamhaji Sukoharjo. Nilai Exp (B) = 1,183
mempunyai arti bahwa peran kader yang baik menjadikan responden aktif datang ke
posyandu lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia dibanding dengan peran kader
memiliki cukup atau kurang baik.
Menurut Henniwati (2008) yang berjudul faktor-faktor
yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh timur. Hasil penelitian menujukkan bahwa sikap,
peranana kader, jarak, kualitas pelayanan mempengaruhi responden dalam
pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten
Aceh timur.
Berdasarkan penelitian Faiza tahun
2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara peran kader dengan posyandu lansia dengan p value
= 0,056 (>0,05).
No comments:
Post a Comment