Ani Romaningsih: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia

Wednesday, November 16, 2016

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia



1.    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia
a.    Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya yaitu mata, hidung, telingga dan sebagainya. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu diantaranya (Notoatmodjo, 2010) :


1)   Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa jamban adalah tempat membuang air besar. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakn pertanyaan-pertanyaan.
2)   Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang materi yang diketahui dan dapat mengintrepretasikan materi yang benar. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3)   Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4)   Analisis (Analisys)
Analisis adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan membuat bagan terhadap pengetahuan atau objek tersebut.
5)   Sistesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan sesorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
6)   Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilaian itu dilaksanakan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran atau penilaian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:
a)    Pengetahuan baik 75-100 %
b)   Pengetahuan  tidak baik  ≥ 75%
Berdasarkan penelitian Fahrun dkk tahun 2009 di RW VII Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir Surabaya yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan Posyandu Lansia dengan p value (0,634).
Pengetahuan lansia yang kurang tentang posyandu lansia mengakibatkan kurangnya pemahaman lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia. Keterbatasan pengetahuan ini akan mengakibatkan dampak yang kurang baik dalam pemeliharaan kesehatannya. Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia akan menjadi lebih meningkat, yaitu menjadi meningkat, yang menjadi dasar penbentukan sikap dan dapat mendorong minat para lansia untuk selalu datang mengikuti kegiatan posyandu lansia setiap bulannya.
Menurut penelitian Handayani (2012) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan posbindu lansia (ρ = 0,000 OR = 61,5). Namun penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahrun (2009) yang menyatakan tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kunjungan lansia ke posyandu lansia (ρ = 0,634). Tingkat pengetahuan seseorang tidak selalu memotivasi prilaku logika, artinya pengetahuan yang baik (lansia yang tahu tentang pengertian Posyandu, tujuan posyandu, bentuk pelayanan posyandu, dan mekanisme posyandu) tidak selalu memimpin perilaku yang benar dalam hal ini pengetahuan tentang posyandu yang baik belum tentu mau berkunjung ke posyandu.
b.   Dukungan Keluarga
Keluarga mempunyai peran penting dalam pembinaan lanjut usia, baik di rumah maupun dalam kegiatan posyandu lanjut usia. Dengan peran optimal keluarga diharapkan semakin meningkatkan kualitas kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia. Peran keluarga dalam pembinaan lanjut usia antara lain (Komnas Lansia, 2010) :
1)   Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi lanjut usia di rumah sesuai dengan keberadaannya.
2)   Pemenuhan kebutuhan gizi lanjut usia sehari-hari.
3)   Memberikan akses bagi lanjut usia untuk ikut serta dalam kegiatan posyandu lanjut usia.
4)   Membantu lanjut usia untuk mencari pelayanan kesehatan apabila sakit.
5)   Memberikan kesempatan bagi lanjut usia untuk tetap berperan dalam keluarga sesuai dengan kemampuannya.
Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Stuart dan Sunden, 1995 dalam Tamher dan Noorkasiani, 2011).
Dukungan keluarga memiliki peran penting terhadap lansia dalam pemanfaatan posyandu oleh lansia. Kalau tidak ada dukungan dari keluarga maka secara tidak langsung intensitas kunjungan lansia ke posyandu akan semakin berkurang. Dengan tidak adanya dukungan dari keluarga maka para lansia akan tidak jadi datang ke posyandu apalagi bagi lansia yang tidak mampu lagi berjalan sendiri untuk datang ke posyandu. Begitupun sebaliknya dengan adanya dukungan dari keluarga maka secara tidak langsung keluarga tersebut memiliki peran penting untuk meningkatkan intensitas kunjungan lansia ke posyandu.
Berdasarkan penelitian Elmi tahun 2014 di Desa Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara dukugan keluarga dengan kunjungan lansia ke posyandu dengan p value = 0,001 (<0,05).
c.    Peran Kader
Kader posyandu dipilih dari anggota masyarakat, baik dari para lanjut usia sendiri, maupun dari kelompok umur lainnya, yang bersedia menjadi kader. Persyaratan menjadi kader adalah (Komnas Lansia, 2010) :
1)   Diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat
2)   Dipilih oleh masyarakat sesuai prosedur setempat.
3)   Mau dan mampu bekerja sukarela
4)   Dapat membaca dan menulis
5)   Sabar dan memahami para lanjut usia.
6)   Jiwa pelopor pembaharuan dan penggerak masyarakat
Kader Posyandu adalah orang dewasa, baik laki-laki atau perempuan yang mau bekerja secara sukarela melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan terkait dengan kesejahteraan lanjut usia (Komnas Lansia, 2010).
Menurut Sukarni (2002) menyatakan bahwa kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat, mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Kader betanggung jawab kepada kepala desa dan supervisor yang ditunjuk oleh petugas/tenaga pelayanan pemerintah keberadaan kader posyandu lansia sangat berperan dalam pemanfaatan posyandu lansia. Dalam menjalankan tugasnya sebagai kader perlu adanya suatu sikap, perilaku dari kader yang baik. Apabila sikap dan perilaku kader baik akan memperoleh penilaian yang baik bagi peserta posyandu secara baik.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah kader lebih giat lagi memberi tau dan mengajak para lansia untuk sebisa mungkin datang pada saat pelaksanaan posyandu berlangsung. Dan bila perlu kader membuat cara yang unik agar minat lansia untuk datang ke posyandu semakin meningkat.
Berdasarkan penelitian Hesti Wahono (2010), variabel peran kader mempuyai nilai signifikansi p-value = 0,012, dengan demikian disimpulkan bahwa faktor peran kader mempengaruhi pemanfaatan posyandu lansia di Desa Gantungan Makamhaji Sukoharjo. Nilai Exp (B) = 1,183 mempunyai arti bahwa peran kader yang baik menjadikan responden aktif datang ke posyandu lansia dalam pemanfaatan posyandu lansia dibanding dengan peran kader memiliki cukup atau kurang baik.
Menurut Henniwati (2008) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh timur. Hasil penelitian menujukkan bahwa sikap, peranana kader, jarak, kualitas pelayanan mempengaruhi responden dalam pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh timur.
Berdasarkan penelitian Faiza tahun 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran kader dengan posyandu lansia dengan p value = 0,056 (>0,05).

No comments:

Post a Comment

speech delay

 hay guyys.... ini saya mau sedikit share tentang speech delay yang lagi marak terjadi pada anak sekarang ... sama seperti anak saya... spee...