Proses
Pengelolaan Sampah Medis
Menurut Keputusan
Mentri kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, proses pengelolaan sampah medis
terdiri dari :
a. Pemilahan dan pewadahan
Pemilahan merupakan
tanggung jawab yang harus dilakukan untuk membedakan sampah dan harus dilakukan
sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkan sampah dan dapat memberikan
penurunan yang berarti dalam kuantitas sampah layanan kesehatan yang
membutuhkan pengolahan khusus. Beberapa cara dalam pemilihan sampah medis yaitu
:
1) Pemilahan sampah harus dilakuakan mulai dari sumber yang
dihasilkan sampah tersebut.
2) Sampah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah dengan
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya wadah tersebut harus anti bocor,
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan dapat membukanya. Jarum dan syringes
harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
3) Sampah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari sampah
yang tidak dimanfaatkan kembali.
4) Sampah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi sesuai Tabel 1.2 untuk menguji efektifitas sterilisai panas
harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
Tabel 1.2
Metode sterillisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali
Metode Sterilisasi
|
Suhu
|
Waktu Kontak
|
§ Strelisasi dengan panas
ü
Strelisasi kering dalam
oven “Poupinel”
ü
Sterilisasi basah dalam
otoklaf
|
1600C
1700C
1210C
|
120 Menit
60 Menit
30 Menit
|
§
Strelisasi dengan bahan
kimia
ü
Ethylene Oxide (gas)
ü
Glutaraldehyde (cair)
|
500C – 600C
|
3 - 6 Jam
30 Menit
|
Sumber : Kepmenkes RI, 2004
5) Sampah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable). Sampah jarum hipodermik
dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi
pada Tabel 1.2.
Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut :
Tabel 1.3
Jenis wadah dan lebel limbah medis padat sesuai
dengan kategorinya
No
|
Kategori
|
Warna kontainer / kantong plastik
|
Lambang
|
Keterangan
|
1.
|
Radioaktif
|
Merah
|
|
Kantong boxs timbal dengan simbol
radioaktif
|
2.
|
Sangat infeksius
|
Kuning
|
|
Kantong plastik kuat, anti bocor atau
kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
|
3.
|
Limbah infeksius, patologi dan anatomi
|
Kuning
|
|
Plastik kuat dan anti bocor atau
kontainer
|
4.
|
Sitotoksis
|
Unggu
|
|
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
|
5.
|
Limbah kimia dan farmasi
|
Coklat
|
-
|
Kantong plastik atau kontainer
|
Sumber : Kepmenkes RI, 2004
b. Penampungan sementara
Sebelum sampai tempat pemusnahan, perlu adanya tempat penampungan
sementara, dimana sampah dipindahkan dari tempat pengumpulan ke tempat
penampungan (Permenkes RI, 2004). Secara umum, limbah medis harus dikemas
sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu dalam kantong yang terikat atau
kontainer yang tertutup rapat agar tidak terjadi tumpahan selama penanganan dan
pengangkutan. Label yang terpasang pada semua kantong atau kontainer harus
memuat informasi dasar mengenai isi dan produsen sampah tersebut informasi yang
harus tercantum pada label, yaitu: kategori limbah, tanggal pengumpulan, tempat
atau sumber penghasil limbah medis dan tujuan akhir limbah medis (WHO, 2005).
Lokasi penampungan harus dirancang agar berada di dalam wilayah instansi
pelayanan kesehatan.
Adapun syarat lokasi atau tempat penampungan sementara menurut WHO (2005)
adalah sebagai berikut:
1) Area penampungan harus memililki lantai
yang kokoh, impermiabel dan drainasenya baik.
2) Harus terdapat persediaan air untuk tujuan
pembersihan.
3) Mudah dijangkau oleh staf yang bertugas
menangani sampah serta kendaraan pengangkut sampah.
4) Persediaan perlengkapan kebersihan,
pakaian pelindung dan kantong plastik harus diletakkan dilokasi yang cukup
dekat dengan lokasi penampungan sampah.
5) Lokasi penampungan tidak boleh berada didekat
lokasi penyimpanan makanan.
6) Harus ada perlindungan dari sinar matahari
dan pencahayaan yang baik.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, adapun tempat penampungan sementara yaitu:
1) Bagi rumah sakit serta Puskesmas yang
mempunyai incinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya
selambat-lambatnya 24 jam.
2) Bagi rumah sakit serta Puskesmas yang
tidak mempunyai incinerator, maka limbah medis padatnya harus
dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai incinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24
jam apabila disimpan pada suhu ruang (Permenkes RI, 2004).
c. Trasportasi
1) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang.
3) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung
diri yang terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian anjang (coverall), apron, pelindung kaki dan
sarung tangan khusus (disposable gloves
atau heavy duty gloves).
d. Pengolahan sampah medis
1) Limbah infeksius dan benda tajam
a) Limbah yang sangat infeksius seperti
biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi
dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini
mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
b) Benda tajam harus diolah dengan incinerator
bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius
lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
c) Setelah insinerasi atau disinfeksi,
residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika
residunya sudah aman.
2) Limbah farmasi
a) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat
diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary
kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air
limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas
pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum
logam, dan inersisasi.
b) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar
harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan
tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui incinerator pada
suhu diatas 1.000° C.
3) Limbah sitoksis
a) Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan
tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah
umum.
b) Pembuangan yang dianjurkan adalah
dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada suhu
tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih
utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada incinerator
dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi
dipakai.
c) Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200°
C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu
rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d) Incinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu
1.200°C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000° C dengan waktu
tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi
dengan penyaring debu. Incinerator juga harus dilengkapi dengan
peralatan pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln yang
didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik
pada suhu diatas 850° C.
e) Incinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran
terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksik.
f) Metode degradasi kimia yang mengubah
senyawa sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya
untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian
pelindung.
g) Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi
oksidasi oleh Kalium permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4)
, penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan
aluminium.
h) Insinerasi maupun degradasi kimia tidak
merupakan solusi yang sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan
biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit
harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik.
i) Apabila cara insinerasi maupun degradasi
kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai
cara yang dapat dipilih.
4) Limbah bahan kimiawi
a) Pembuangan limbah kimia biasa. Limbah
kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula, asam amino, dan garam tertentu
dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus
memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan
melayang, suhu, dan pH.
b) Pembuangan limbah kimia berbahaya. Dalam jumlah
kecil limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat
dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau
ditimbun (landfill).
c) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam
jumlah besar. Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk
limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang
dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti
banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut dalam jumlah
besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh
diinsinerasi kecuali incinerator dilengkapi dengan alat pembersih gas.
d) Cara lain adalah dengan mengembalikan
bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan
aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk
megolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia
berbahaya yaitu:
(1) Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda
harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
(2) Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar
tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
(3) Limbah kimia disinfektan dalam jumlah
besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah
terbakar.
(4) Limbah padat bahan kimia berbahaya cara
pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
instansi yang berwenang.
5) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi,
Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau
diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh
dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. Cara yang
disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah
dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke
tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah yang
berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil
dapat dibuang dengan limbah biasa.
6) Kontainer bertekanan
a) Cara yang terbaik untuk menangani limbah
kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila
masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian
ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus
diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.
b) Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan
adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.
(1) Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus
dikembalikan ke penjualnya adalah:
(a) Tabung atau silinder nitrogen oksida yang
biasanya disatukan dengan peralatan anestesi.
(b) Tabung atau silinder etilin oksida yang
biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi.
(c) Tabung bertekanan untuk gas lain seperti
oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen,
gas elpiji, dan asetilin.
(2) Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat diisi
ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.
(3) Kaleng aerosol
Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan
dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk
dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong
kuning karena akan dikirim ke incinerator. Kaleng aerosol dalam jumlah
banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau ke
instalasi daur ulang bila ada.
7) Limbah radioaktif
a) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman
harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga yang terlatih.
b) Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber
radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam
pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d) Instrumen kalibrasi yang tepat harus
tersedia untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik
akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya
dan selalu diperbarui datanya setiap waktu.
e) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan
dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian,
penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah:
(1) Umur paruh (half-life) seperti umur
pendek (short-lived), (misalnya umur paruh
< 100 hari) dan cocok untuk penyimpanan pelapukan.
(2) Aktifitas dan kandungan radionuklida.
Serta sumber tertutup atau terbuka.
(3) Bentuk fisika dan kimia. Serts cair yaitu
berair dan organik.
(4) Tidak homogen (seperti mengandung lumpur
atau padatan yang melayang).
(5) Padat yaitu mudah terbakar atau tidak
mudah terbakar (bila ada) dan dapat dipadatkan atau tidak mudah dipadatkan
(bila ada).
(6) Kandungan limbah seperti limbah yang
mengandung bahan berbahaya (patogen, infeksius, dan beracun).
f) Setelah pemilahan, setiap kategori harus
disimpan terpisah dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus secara
jelas diidentifikasi, ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan, sesuai
dengan kandungan limbah, dapat diisi dan dikosongkan dengan aman, kuat dan
saniter. Informasi yang harus dicatat pada setiap
kontainer limbah yaitu nomor identifikasi, radionuklida, aktifitas dan tanggal
pengukuran, asal limbah, angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran serta
orang yang bertanggung jawab.
g) Kontainer untuk limbah padat harus
dibungkus dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi
plastik.
h) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai
dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP
Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian diserahkan kepada Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara
distributor. Semua jenis limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum
dilakukan pengolahan terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan (Permenkes RI,
2004).
e. Pembuangan akhir sampah
Kegiatan pembuangan
akhir merupakan tahapan akhir yang penting didalam proses pengolahan sampah
medis. Namun dalam kenyataannya kurang diperhatikan oleh pihak rumah sakit.
Pada proses pembuangan sampah rumah sakit dapat melalui dua alternatif yaitu :
1) Pembuangan atau pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan
sampah non medis. Pemisahan dimungkinkan bila dinas kesehatan dapat diandalkan
sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis tersebut.
2) Pembuangan atau pemusnahan sampah medis dan non medis disatukan,
dengan demikian rumah sakit menyediakan sarana yang memadai untuk melakukan
pengelolaan sampah karena semua sampah atau bahan bangunan yang berasal dari
kegiatan rumah sakit itu sendiri.
Setiap rumah sakit
sebaiknya memiliki unit pemusnahan sampah tersendiri, khususnya sampah medis
dengan kapasitas minimalnya dapat menampung sejumlah sampah medis yang
dihasilkan rumah sakit dalam waktu tertentu. Pembuangan dan pemusnahan sampah
rumah sakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses autoclaving, incinerator ataupun dengan sanitary landfill. Sebagian besar sampah klinis dan yang sejenis
itu dibuang dengan incinerator atau
landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang
sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat.
No comments:
Post a Comment