Ani Romaningsih: Proses Pengelolaan Sampah Medis Menurut Keputusan Mentri kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit

Wednesday, November 16, 2016

Proses Pengelolaan Sampah Medis Menurut Keputusan Mentri kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit



 Proses Pengelolaan Sampah Medis
Menurut Keputusan Mentri kesehatan Republik Indonesia nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, proses pengelolaan sampah medis terdiri dari :
a.    Pemilahan dan pewadahan
Pemilahan merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan untuk membedakan sampah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkan sampah dan dapat memberikan penurunan yang berarti dalam kuantitas sampah layanan kesehatan yang membutuhkan pengolahan khusus. Beberapa cara dalam pemilihan sampah medis yaitu :
1)   Pemilahan sampah harus dilakuakan mulai dari sumber yang dihasilkan sampah tersebut.
2)   Sampah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah dengan memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan dapat membukanya. Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
3)   Sampah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari sampah yang tidak dimanfaatkan kembali.
4)   Sampah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi sesuai Tabel 1.2 untuk menguji efektifitas sterilisai panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
Tabel 1.2
Metode sterillisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali

Metode Sterilisasi
Suhu
Waktu Kontak
§ Strelisasi dengan panas
ü Strelisasi kering dalam oven “Poupinel”
ü Sterilisasi basah dalam otoklaf
1600C
1700C

1210C
120 Menit
60 Menit

30 Menit
§ Strelisasi dengan bahan kimia
ü Ethylene Oxide (gas)
ü Glutaraldehyde (cair)

500C – 600C

3 - 6 Jam
30 Menit

Sumber : Kepmenkes RI, 2004
5)   Sampah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable). Sampah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel 1.2.
Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut :
Tabel 1.3
Jenis wadah dan lebel limbah medis padat sesuai
dengan kategorinya

No
Kategori
Warna kontainer / kantong plastik
Lambang
Keterangan
1.
Radioaktif
Merah
Kantong boxs timbal dengan simbol radioaktif
2.
Sangat infeksius
Kuning
Kantong plastik kuat, anti bocor atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3.
Limbah infeksius, patologi dan anatomi
Kuning
Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer
4.
Sitotoksis
Unggu
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5.
Limbah kimia dan farmasi

Coklat
-
Kantong plastik atau kontainer

Sumber : Kepmenkes RI, 2004

b.    Penampungan sementara
Sebelum sampai tempat pemusnahan, perlu adanya tempat penampungan sementara, dimana sampah dipindahkan dari tempat pengumpulan ke tempat penampungan (Permenkes RI, 2004). Secara umum, limbah medis harus dikemas sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu dalam kantong yang terikat atau kontainer yang tertutup rapat agar tidak terjadi tumpahan selama penanganan dan pengangkutan. Label yang terpasang pada semua kantong atau kontainer harus memuat informasi dasar mengenai isi dan produsen sampah tersebut informasi yang harus tercantum pada label, yaitu: kategori limbah, tanggal pengumpulan, tempat atau sumber penghasil limbah medis dan tujuan akhir limbah medis (WHO, 2005). Lokasi penampungan harus dirancang agar berada di dalam wilayah instansi pelayanan kesehatan.
Adapun syarat lokasi atau tempat penampungan sementara menurut WHO (2005) adalah sebagai berikut:
1)   Area penampungan harus memililki lantai yang kokoh, impermiabel dan drainasenya baik.
2)   Harus terdapat persediaan air untuk tujuan pembersihan.
3)   Mudah dijangkau oleh staf yang bertugas menangani sampah serta kendaraan pengangkut sampah.
4)   Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung dan kantong plastik harus diletakkan dilokasi yang cukup dekat dengan lokasi penampungan sampah.
5)   Lokasi penampungan tidak boleh berada didekat lokasi penyimpanan makanan.
6)   Harus ada perlindungan dari sinar matahari dan pencahayaan yang baik.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, adapun tempat penampungan sementara yaitu:
1)   Bagi rumah sakit serta Puskesmas yang mempunyai incinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2)   Bagi rumah sakit serta Puskesmas yang tidak mempunyai incinerator, maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai incinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang (Permenkes RI, 2004).
c.    Trasportasi
1)   Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2)   Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
3)   Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian anjang (coverall), apron, pelindung kaki dan sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).
d.   Pengolahan sampah medis
1)   Limbah infeksius dan benda tajam
a)    Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
b)   Benda tajam harus diolah dengan incinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
c)    Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.
2)   Limbah farmasi
a)    Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.
b)   Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu diatas 1.000° C.
3)   Limbah sitoksis
a)    Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
b)   Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada incinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
c)    Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
d)   Incinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200°C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000° C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu. Incinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850° C.
e)    Incinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksik.
f)    Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung.
g)   Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi oksidasi oleh Kalium permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4) , penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan aluminium.
h)   Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik.
i)     Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
4)   Limbah bahan kimiawi
a)    Pembuangan limbah kimia biasa. Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, suhu, dan pH.
b)   Pembuangan limbah kimia berbahaya. Dalam jumlah kecil limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).
c)    Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar. Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali incinerator dilengkapi dengan alat pembersih gas.
d)   Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk megolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia berbahaya yaitu:
(1) Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
(2) Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
(3) Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.
(4) Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.
5)   Limbah dengan kandungan logam berat tinggi,
Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.
6)   Kontainer bertekanan
a)    Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.
b)   Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.
(1) Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah:
(a) Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi.
(b) Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi.
(c) Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas elpiji, dan asetilin.
(2) Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.
(3) Kaleng aerosol
Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akan dikirim ke incinerator. Kaleng aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.
7)   Limbah radioaktif
a)    Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga yang terlatih.
b)   Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c)    Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d)   Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap waktu.
e)    Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah:
(1) Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya umur paruh < 100 hari) dan cocok untuk penyimpanan pelapukan.
(2) Aktifitas dan kandungan radionuklida. Serta sumber tertutup atau terbuka.
(3) Bentuk fisika dan kimia. Serts cair yaitu berair dan organik.
(4) Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau padatan yang melayang).
(5) Padat yaitu mudah terbakar atau tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat dipadatkan atau tidak mudah dipadatkan (bila ada).
(6) Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya (patogen, infeksius, dan beracun).
f)    Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus secara jelas diidentifikasi, ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan, sesuai dengan kandungan limbah, dapat diisi dan dikosongkan dengan aman, kuat dan saniter. Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah yaitu nomor identifikasi, radionuklida, aktifitas dan tanggal pengukuran, asal limbah, angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran serta orang yang bertanggung jawab.
g)   Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik.
h)   Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian diserahkan kepada Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan (Permenkes RI, 2004).
e.    Pembuangan akhir sampah
Kegiatan pembuangan akhir merupakan tahapan akhir yang penting didalam proses pengolahan sampah medis. Namun dalam kenyataannya kurang diperhatikan oleh pihak rumah sakit. Pada proses pembuangan sampah rumah sakit dapat melalui dua alternatif yaitu :
1)   Pembuangan atau pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan sampah non medis. Pemisahan dimungkinkan bila dinas kesehatan dapat diandalkan sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis tersebut.
2)   Pembuangan atau pemusnahan sampah medis dan non medis disatukan, dengan demikian rumah sakit menyediakan sarana yang memadai untuk melakukan pengelolaan sampah karena semua sampah atau bahan bangunan yang berasal dari kegiatan rumah sakit itu sendiri.
Setiap rumah sakit sebaiknya memiliki unit pemusnahan sampah tersendiri, khususnya sampah medis dengan kapasitas minimalnya dapat menampung sejumlah sampah medis yang dihasilkan rumah sakit dalam waktu tertentu. Pembuangan dan pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses autoclaving, incinerator ataupun dengan sanitary landfill. Sebagian besar sampah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan incinerator atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

No comments:

Post a Comment

speech delay

 hay guyys.... ini saya mau sedikit share tentang speech delay yang lagi marak terjadi pada anak sekarang ... sama seperti anak saya... spee...