Makalah Dasar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku
“KDRT dalam
Prespektif Gender”
Dosen Pengampu :
Indra SKM MPH
Nama :
Ani Romaningsih
Nim : 12127211 0009
Kelas : A (Reguler)
Semester : III (Tiga)
YAYASAN HAJI SOEHELLY QARY
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MERANGIN
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN AJARAN 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG MASALAH
Fenomena kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT
akhir-akhir ini semakin marak
terjadi dan menjadi bahan pembicaraan masyarakat Indonesia. Kasus KDRT sering
diberitakan dalam berbagai media, baik media massa maupun elektronik. KDRT
ini bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa kepada siapa saja, termasuk Ibu, Bapak, Istri, Suami,
Anak, atau pembantu rumah tangga sekalipun.
Namun secara umum KDRT sebagian besar terjadi pada
istri. KDRT terjadi karena beberapa
faktor. KDRT dapat terjadi
akibat stress yang dialami oleh salah satu anggota keluarga. Selain itu kasus kekerasan juga
disebabkan karena adanya ketimpangan gender dalam masyarakat. Kasus KDRT akhir-akhir ini telah menjadi
perhatian bagi berbagai kalangan
masyarakat, baik kalangan masyarakat umum, pemerhati sosial, maupun pembuat kebijakan. Sulit untuk
mengidentifikasi terjadinya KDRT. Hal ini disebabkan karena sedikit korban yang mengaku secara langsung
bahwa dia pernah dipukuli atau
disiksa oleh suaminya dengan alasan malu. Para korban KDRT menganggap bahwa kekerasan ini
merupakan masalah intern keluarga. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu upaya penanganan bagi kasus KDRT terutama
bagi para korban tersebut. Kasus penganiayaan terhadap
perempuan, merupakan salah satu penyebab
kekacauan dalam rumah tangga dan masyarakat.
Berbagai temuan penelitian mengatakan bahwa penganiayaan istri tidak hanya berhenti pada
penderitaan seorang istri atau
anak-anaknya saja. Rentetan penderitaan itu akan menular keluar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai
kehidupan masyarakat. Kekerasan yang terdapat dalam rumah tangga tidak terbatas
pada deraan yang bersifat
badani, seperti menampar, menggigit, memukul, menendang, sampai membunuh. Namun juga bisa dalam
bentuk penganiayaan lain yang bersifat kejiwaan atau emosi. Penganiayaan ini bisa dalam bentuk penanaman rasa
takut melalui intimidasi,
ancaman, hinaan, makian, mengucilkan istri dan sampai membatasi ruang gerak.
Pada penelitian yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan istri yang mengalami kekerasan (dipukuli) adalah istri
yang kesehariannya tidak
melakukan kegiatan yang menghasilkan uang. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengkaji pokok bahasan
yakni “ KDRT dalam prespektif gender “.
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN KDRT
Komnas
Perempuan : Kekerasan adalah segala tindakan yang mengakibatkan kesakitan yang
meliputi empat aspek : fisik, mental, sosial dan ekonomi. Begitu juga kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT).
UU
PKDRT No. 23/ 2004 : Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan / atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
Jadi KDRT adalah salah satu
bentuk kekerasan berdasar asumsi yang
bias gender tentang relasi laki-laki dan perempuan.
- BENTUK-BENTUK KDRT
1.
Kekerasan Fisik
a.
Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti
menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan
dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1)
Cedera berat
2)
Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3)
Pingsan
4)
Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit
disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
5)
Kehilangan salah satu panca indera.
6)
Mendapat cacat.
7)
Menderita sakit lumpuh.
8)
Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9)
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10)
Kematian korban
b.
Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak,
mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1)
Cedera ringan
2)
Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori
berat
3)
Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan
ke dalam jenis kekerasan berat.
2.
Kekerasan Psikis
a.
Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian,
manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan
fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
1)
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat
atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
2)
Gangguan stres pasca trauma.
3)
Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau
buta tanpa indikasi medis)
4)
Depresi berat atau destruksi diri
5)
Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas
seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6)
Bunuh diri
b.
Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian,
manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan
ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan,
berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
1)
Ketakutan dan perasaan terteror
2)
Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak
3)
Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4)
Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala,
gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
5)
Fobia atau depresi temporer
3.
Kekerasan Seksual
a.
Kekerasan seksual berat, berupa:
1)
Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba,
menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain
yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2)
Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau
pada saat korban tidak menghendaki.
3)
Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
4)
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5)
Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan
posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6)
Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa
bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara
verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban
bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
4.
Kekerasan Ekonomi
a.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi,
manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1)
Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
2)
Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3)
Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
b.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya
sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi
atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
- FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KDRT
Ada beberapa Faktor penyebab
terjadinya kekerasan dalam Ruang Lingkup Rumah Tangga, antara lain sebagai
Berikut :
1.
Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara
2.
Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan
bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
3.
KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi
persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
4.
Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul
anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan
5.
Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
6.
Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
7.
Beban pengasuhan anak
8.
Wanita sebagai anak-anak
9.
Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Sedangkan Strauss A. Murray
menyebutkan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan KDRT yaitu:
1.
Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
2.
Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
3.
Beban pengasuhan anak
4.
Wanita sebagai anak-anak
5.
Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
- IMPLIKASI TERJADINYA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Korban KDRT mengalami
gangguan psikis berupa kemalasan/keengganan
untuk merawat diri seperti makan tidak teratur, kehilangan minat untuk
berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku mengurung diri.
Tidak
jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya mengakibatkan
terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri
dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan mereka.
Dampak
terhadap ekonomi keluarga menimpa
tidak saja perempuan yang tidak bekerja tetapi juga perempuan yang mencari
nafkah. Seperti terputusnya akses ekonomi secara mendadak, kehilangan kendali
ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk hunian, kepindahan, pengobatan
dan terapi serta ongkos perkara.
- KDRT SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG
Di dalam kehidupan
bermasyarakat, nilai-nilai yang dianut oleh keluarga berhubungan dengan fungsi
yang dianutnya khususnya fungsi sosialisasi serta perlindungan/proteksi. Jika
dikemudian hari pada suatu keluarga terjadi kekerasan di dalam rumah tangga,
maka kejadian tersebut bisa dikatakan sebagai perilaku menyimpang.
Menurut Clinard & Meier
(1989) yang mendefinisikan 4 sudut pandang dimana suatu perilaku dikatakan
sebagai bentuk perilaku menyimpang yang mana jenis kekerasan dalam rumah tangga
termasuk perilaku menyimpang berdasarkan sudut pandang absolut. Sudut pandang
absolut menganggap bahwa segala jenis perilaku yang menyimpang adalah suatu
perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma-norma dasar yang dianut
oleh masyarakat.
Suatu tindakan kekerasan
dalam rumah tangga dapat dikategorikan perilaku menyimpang karena masyarakat
menganut norma bahwa keluarga adalah tempat berlindung bagi sebuah individu
untuk merasakan kasih dan sayang. Emile Durkheim mengatakan bahwasannya
penyimpangan dapat ditemukan dimana saja, bahkan lingkungan orang suci (yang
dianggap memiliki homogenitas).
- KDRT DALAM PRESPEKTIF GENDER
Fakih dalam menjelaskan konsep gender dan kekerasan
menyatakan bahwa kekerasan
terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh bias gender yang disebut sebagai gender-related violence. Dimana pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada
dalam masyarakat. Dia mengkategorikan beberapa kekerasan gender yaitu kekerasan terhadap perempuan termasuk
pemerkosaan dalam perkawinan,
pemukulan dan serangan fisik seperti penyiksaan terhadap anak-anak, bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ
alat kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran, kekerasan dalam bentuk ponografi, kekerasan dalam bentuk
pemaksaan sterilisasi dalam keluarga
berencana dan kekerasa terselubung.
Apabila ditelusuri lebih mendalam, kekerasan dimulai
karena adanya relasi kasta dalam
hubungan antar manusia. Dalam konsep jenis kelaminpun terdapat relasi kasta, relasi vertikal. Selama bentuk relasi ini
dipercaya sebagi kodrat dan dikukuhkan oleh budaya dan agama maka segala ketidakadilan gender tetap akan lestari
beradaannya (Muniarti, 2004).
Dalam hal ini begitu banyak pranata-pranata yang
mengkondisikan laki-laki menjadi dominan,
sehingga situasi tersebut menjadi legal dan dilestarikan melalui ajaran agama. Lebih
jauh Murniati melihat fenomena kekerasan dalam keluarga sebagai akibat dari
proses kebudayaan patriarkhi
yang telah membuat keluarga menjadi pribadi yang tertutup. Budaya ini menyakini bahwa laki-laki adalah
superior yang diberi kekuasaan yang tidak terbatas, dan perempuan inferior, sehingga terjadi pembenaran terhadap
laki-laki dapat menguasai dan
mengontrol perempuan. Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah dalam keluarga
karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa setelah menikah istri adalah milik suami membuat
prilaku suami untuk menguasai
istri.
Demikian juga dengan konstruksi yang mengharuskan
suami sebagai kepala keluarga,
laki-laki harus bekerja keras menghidupi keluarga. Namun demikian sistem kapitalis yang penuh persaingan telah
menciptakan tekanan-tekanan pada
laki-laki di dalam mencari kebutuhan hidup. Tekanan dibawa ke rumah dan semakin lama semakin
menumpuk. Jika seseorang dalam situasi tidak nyaman, tidak mampu/putus asa akan berubah menjadi stres atau depresi. Di
sinilah peluang kekerasan dalam
keluarga muncul.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari keseluruhan paparan di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
c. Faktor-faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu budaya patriarki, pemahaman ajaran agama
yang keliru, kemandirian ekonomi istri,
perselingkuhan suami, cemburu, berjudi, keturunan dan ikut campurnya pihak ketiga.
d. Tindakan KDRT atau Kekerasan Dalam
Rumah Tangga banyak dilakukan terhadap seseorang terutama perempuan. Dimana
tindakan ini berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Sehingga untuk Penghapusan tindakan KDRT
tersebut dalam ruang Lingkup Rumah Tangga atau ruang Lingkup Keluarga.
B. SARAN
1. Meningkatkan tenaga kesehatan untuk ikut serta menangani kasus KDRT dan menekan dampak
yang terjadi pada kesehatan repsoduksinya
2. Pemerintah dan penegak hukum
selayaknya memperlakukan kejahatan KDRT diperlakukan sama dengan
kejahatan pada umumnya
DAFTAR PUSTAKA
Hamim, 2006. KDRT, http://www.digilib.unimus.com, Dikutip
tanggal 20 Juni 2011
Hanifah, 2007,Permasalahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan
Alternatif Pemecahanya, Jurnal.
No comments:
Post a Comment